Sabtu, 21 November 2009

Melukis dengan kata

Mungkin aku bukanlah seorang seniman yang hebat, yang dapat menciptakan sebuah karya yang kan dikenang sepanjang masa. Mungkin aku bukanlah seorang yang terkenal, yang dengan mudah nya mendapat berbagai fasilitas yang ada.
Mungkin aku bukanlah seorang pemuka agama, yang dapat mengajak umat menuju kebaikan.
Aku hanyalah seorang penikmat suasana, yang hanya berusaha melukiskannya dengan kata2, membuat ku merasa puas saat menghasilkan sebuah karya, kadang tak percaya ku dapat melakukannya, tak perlu ketenaran, tak perlu limpahan uang, aku sudah senang jika ada orang lain dapat memahami tulisanku, ku tahu masih jauh dari baik, tuk menciptakan sebuah mahakarya yang hebat, namun tak pernah ku berhenti berharap, ku kan selalu belajar menerima segala saran, dan masukan.
Keindahan alam yang terekam dalam sebuah tulisan, kadang lebih indah dari sebuah lukisan, karena setiap orang mempunyai gambarnya masing2, saat memaknainya, begitu universal, fleksibel dan natural, lukisan yang terbuat dari kata2.
Mulailah dari diri sendiri, saat menciptakan sebuah karya, tak perlu segala aturan yang ada, abaikan tema, plot dan alur cerita, tulislah apa yang kita suka, spontan dari hati saat itu juga, maka kau akan kaget dengan apa yang telah kau cipta, begitu alami, jujur, tanpa rekayasa. Sesungguhnya kita adalah seniman bagi dìri kita sendiri. Temukan gaya tulisanmu sendiri, hindari menjadi seorang plagiat, yang hanya mengekor orang yang sudah terkenal, sebarkan kisahmu, kita mungkin tidak tahu siapa yang akan membaca, bisa saja orang yang kan merubah dunia. Jadìkan karyamu sebagai anak2 spiritualmu, biarkan mereka tumbuh dan berkembang, mungkin dalam perjalanan hidupnya ada yang berhasil atau mati, biarkan mereka menemukan penikmatnya masing2.
Aku bukanlah orang yang terkenal, namun siapa tahu ku dapat menjadikan seseorang bisa terkenal.
Aku bukanlah seorang pemuka agama, namun siapa tahu Allah memberikan hidayahnya saat ada seseorang yang tak sengaja membaca sedikit dari tulisanku.
Kembali, tak perlu dengan segala ketenaran itu, ku hanya ingin membuktikan, seni bukanlah hanya milik mereka yang dilimpahi kemewahan, seni adalah milik setiap orang, tak perlu aturan tak perlu pengekangan, naluri manusialah yang nanti berperan.
Untuk anda yang menyukai menulis dan membaca
211109 1823 sl@m

Jumat, 20 November 2009

Nasi bungkus

Malam semakin kelam, namun bunyi riuh ramai berbagai jenis kendaraan, simpang siur lewat di depan mataku, tak dapat dipisahkan lagi, antara asap knalpot dengan asap rokok, yang keluar tiada henti dari bibir2 kering supir angkot, wajah2 kelelahan yang masih saja setia mencari penumpang, demi mengejar setoran.
Sesekali ku melirik ke dalam 2 plastik besar berwarna hitam yang ku bawa, didalamnya masih tersisa sekitar 20 bungkus nasi yang berisi berbagai jenis lauk, ada nasi ayam, nasi ikan, dan nasi ati, diplastik satunya juga masih bertumpuk air minum yang terbungkus dalam plastik bening perempatan, tanganku bergetar, terlihat warna merah melintang di telapaknya, kanan dan kiri, beban yang hampir sama setiap harinya ku bawa. Terpaksa ku menurunkannya sejenak, ku taruh dekat pagar pembatas terminal yang masih saja ramai, ku mengambil nafas dalam2, seakan tak ingin oksigen yang kuhirup diambil orang. Sudah hampir seminggu ini ku tak dapat menyaksikan film2 kesayanganku di RCTI, karena sehabis maghrib ku langsung mengayuh sepedaku tuk membawa beberapa nasi bungkus yang siap dimakan, menggoes sadelnya, ku arahkan menuju terminal yang ramai itu, berharap ada yang mau membeli daganganku, ku rela melakukan ini demi keluargaku, ku harus membantu dengan tenagaku, karena tak ada lagi yang aku punya selain itu.
Sepeda kuparkir ditempat yang aman, dan ku kunci sedemikian rupa agar ia tidak hilang. Tak perlu pelatihan, tak perlu masuk perguruan, yang kuperlukan belajar dari alam, bagaimana sebaik dan sesopan mungkin menjajakan apa yang kubawa, target utamaku sopir2 angkot yang begitu dìsibukan mencari langganan, sehingga tak sempat jalan ke warung makan. Penuh senyum harapan agar mereka mau membeli daganganku, ku mulai menawarkan, berkeliling, berputar-putar di dalam dan luar terminal, pada awalnya aku sangat malu melakukan ini semua, sifatku yang sebenarnya seorang yang pendiam, terasa minder, saat harus berinteraksi dengan banyak orang yang tak ku kenal. Wajah-wajah kasar, memang telah melekat pada masing2 mereka, seolah telah di cap, untuk selamanya menderita, namun, wajah2 kasar itu, nampak seperti tampan dan bercahaya, tentunya bila daganganku dibelinya. Diawal-awal hari ku berjualan nasi bungkus, ku begitu tak menduga, ternyata selalu tanpa sisa, hanya menyisakan plastik kosong bekas wadahnya, ku bawa pulang agar bisa di gunakan lagi setiap harinya. Ku mulai menghitung-hitung, seandainya setiap hari demikian, mungkin lunas semua hutang, hutang yang menyelimuti keluargaku, membuat kehangatanpun berkurang, tenggelam dalam dinginnya berbagai tagihan, bagai menyedot darah pelan2, para lintah darat laknat itu menikmati keringat ayahku, ku bertekad, tuk membunuh semua lintah yang menempel ditubuh.
Tersadar dari lamunanku, ku kembali mengangkat dua plastik besar yang masih berat itu, semakin hari, semakin banyak saja sisa dari daganganku ini, ternyata tìdak seperti para pekerja di perusahaan, orang yang berdagang tak dapat di pastikan, kapan ia untung, kapan ia buntung. Waktu telah setengah jam lewat dari pukul delapan malam, lelah yang tersisa, membuat jalanku semakin gontai, setengah jam lagi, sebelum waktuku habis, karena setengah jam lagi waktu operasi angkot telah berakhir, di gantikan dengan ojek motor dan sepeda.
Stasiun Tanjung Priok, menjadi saksi bisu, yang tak dapat bersaksi, namun ia mengetahui, perjuangan seorang remaja, yang seharusnya mempersiapkan buku, tuk belajar esok paginya, tapi malah disibukan oleh banyak bungkusan, yang di bawa oleh ke dua tangannya, terbungkuk, kadang sesekali tersandung, karena tidak memperhatikan jalan, mata hanya dipergunakan untuk mencari pelanggan.
Kupandang gedung stasiun yang bersebelahan dengan terminal, stasiun dengan arsitektur Belanda kuno, masih kokoh berdiri melawan kejamnya zaman, walau terlihat warna putih catnya yang terkelupas dimakan usia, namun nampak tegar, tersenyum kepadaku, agar mengikuti langkahnya, "kamu harus kuat, kamu harus dapat membuktikan bahwa kamu berarti, berguna bagi orang disekitarmu, walau kenyataanya, kamu harus di cemooh oleh mereka2 yang gila dalam limpahan emas, mereka2 yang disibukkan menghitung hartanya, yang jumlah digitnya tidak muat lagi di dalam kalkulaor buatan cina, biarlah mereka dengan dunianya, biarlah,sesungguhnya mereka tidak akan pernah tahu, nikmatnya benar2 hidup, karena hidup adalah kerja keras, karena hidup adalah berusaha sekuat tenaga, karena hidup adalah perjuangan dan pengorbanan." terima kasih ku ucapkan pada suara yang tiba2 terngiang, begitu dalam makna dari hidup ini, banyak misteri yang menarik yang bisa kita pelajari dari alam, pelajaran yang tak akan didapatkan kala kita senang.
Ku berikan senyum terakhirku pada gedung stasiun itu, dan ia membalasnya, waktuku telah habis, percuma jika ku tetap disini, karena orang2 pun semakin sepi. Ku berjalan menuju sepedaku yang ku parkir di dekat taman, ku kaitkan daganganku di kedua stangnya, dengan tangan yang agak gemetar karena keletihan ku buka gembok rantai dari roda belakang yg ku kaitkan dipagar taman. Dengan sisa tenaga yang ada, ku kayuh pulang, bersama harapanku tuk ku bawa kembali esok harinya. Tak tega membayangkan wajah ibuku saat nanti ku tiba, lelahnya lebih dari lelahku, letihnya lebih dari letihku, ia telah mempersiapkan ini semua, dari bahan mentah, hingga siap di makan, ia juga yang membungkusnya, dan mengiringi kepergianku dengan doa, agar aku di berikan kemudahan dan keselamatan. Kumencoba tersenyum, walau kelihatan kecut, sesaat sesampainya dirumah, inilah saatnya, ketika ku tak mampu menahan air mata, "laki2 seperti apa aku ini, begitu saja cengeng," hatiku mengejekku sendiri. Namun semua perasaan sedih itu menghilang, kala ku dìsambut dengan riang, walau ku tahu hatinya tidak demikian, sesungguhnya ia telah lebih banyak mengunyah asam dariku, ia lebih sering menjilat garam dariku, sehingga telah terbiasa dengan kenyataan pahit ini, jadi sìapa yang menghibur siapa? Aku pun tak tahu.
Ku basuh kedua tangan dan mukaku, tuk menghilangkan segala debu, ku ingin mengadu, ku ingin menangis sejadi-jadinya, hingga hati ini puas." Ya Allah, lindungilah keluargaku, dari berbagai kejahatan, yang nampak dan yang tidak,berikanlah kami rejeki yang berkah, hingga tak perlu Kau pertanyakan lagi saat hari hisab tiba, Amin, ya Rabbal Alamin."

201109 1829 sl@m

see more stories at, www.slam201080.blogspot.com

DIVONIS PA


Sore itu langit sudah mulai menguning, udara pun semakin terasa sejuk, angin semilir menerobos masuk, kesela-sela kusen pintu, berusaha menyegarkan penghuninya.
Sore yang dinanti-nanti, karena sebentar lagi waktu maghrib tiba, mengapa? yah tak salah lagi karena saat itu memang sudah beberapa hari ini orang berpuasa. Ramadhan bulan penuh berkah, namun disinilah ku berkisah, tentang kejadian dimasa kecilku yang mungkin sedikit terlupa, namun sampai sekarang pun masih agak samar mengingatnya.
Masih disore itu, disebuah perumahan padat di utara kota jakarta, disamping gang2 kecil yang tak lurus, di rumah sederhana itu, masa kecilku banyak kuhabiskan, 9 tahun usiaku, namun sudah mulai beberapa tahun yang lalu ku mampu menjalankan puasa seharian penuh, mungkin hal yang cukup membanggakan, mengingat byk orang dewasa yg bahkan tak sanggup tuk menjalankannya setengah harì saja, karena alasan lelah bekerja. Seperti hari kemarinnya, sore ini ayahku menyalakan kaset yang baru dibelinya kemarin lusa, sebuah kaset yang menyuarakan ayat2 Allah, sebagai pelengkap suasana dan menambah pahala bagi siapa saja yang mendengarnya.
Suara yang menenangkan jiwa, mengalun mengisi tiap ruang di telinga, menggetarkan hati orang2 yang mendengarnya. Awalnya ku ikut mendengarkan lantunan ayat2 suci itu, namun entah mengapa, lama2 malah aku bercanda dengan adikku, 2 tahun usia kami terpaut, biasalah bocah dengan keceriaannya, tak perduli tempat dan suasana, semua merupakan arena bermain baginya. Suara2 yang ditimbulkan dari candaan kami akhirnya mengusik ketenangan ayahku, ia yang lagi khusyu mendengarkan lantunan Al-Quran, merasa terganggu,beliau menyuruh kami untuk diam, dan spontan kamipun terdiam kembali. Namun apa karena terlalu ceria, kamipun bercanda kembali, tak ayal, akhirnya ayahku marah, dan menyuruh kami main diluar saja, ku begitu ketakutan saat itu, belum pernah ayah semarah itu, karena ayahku sebenarnya seorang penyabar, "ya Allah, ampunkanlah dosa ayahku, terimalah amal puasanya, karena marahnya bukan maunya, tapi karena kami anak2nya yang tak pandai mensyukuri nikmatMu"
Akupun bergegas keluar, diikuti oleh adikku, bukan untuk melanjutkan main, tapi malah termenung, seakan menyesali perbuatan kami tadi. Sampai akhirnya maghrib tiba, ku baru berani masuk kedalam rumah, tuk segera membatalkan puasa, sementara air muka ayahku, tidak menandakan ia habis marah, kembali sejuk dan tenang, bagai mata air pegunungan yang menyegarkan.
Keesokan harinya, diwaktu yang sama, menjelang maghrib, ku bermain bersama beberapa orang temanku, kali ini, ku bermain dengan teman2ku yang berada disekitar rumah nenekku, rumahku dan rumah nenekku terpaut hanya 1 gang, katakanlah rumahku di gang 5, sedangkan, rumah nenekku di gang 4, jadi aku mempunyai 2 kelompok teman, dari gang 5 dan gang 4. Gang rumahku merupakan jalan kecil hanya sekitar 2 setengah meter lebarnya, sementara gang rumah nenekku lebih lebar, sekitar 5 meter lebih, sehingga memungkinkan mobil untuk lewat, bahkan, truk sayur dari pasar induk dapat melewatinya juga, karena memang diujung gang itu ada sebuah pasar yang lumayan besar.
Kembali kepermainanku, setelah puas bermain kejar2an, ada teman yang mengusulkan untuk bermain kepasar, akupun ikut serta, dan lupa, kalau sebenarnya aku harus segera pulang, karena maghrib tiba. Sesampainya dipasar temanku mengajak tuk bm mobil, bm istilah ditempatku, yaitu menumpang mobik di bagian belakangnya, paling sering dilakukan pada truk sayur dan mobil box, saat mobil berjalan pelan, anak2 akan mengejar dari belakang, dan naik melompat ke bagian belakang, tangan memegang kuat, kaki mencari pijakan, merasa senang kala berhasil, dan terbawa jalan oleh truk tersebut, untuk turunnya, kami biasanya menunggu saat tikungan, saat truk berjalan lebih pelan, langsung pada berlompatan, mirip ninja di film2 jepang. Sambil menunggu truk yang akan kami bm, aku mengamati keadaan sekitar, dalam hati sempat ragu, tuk meneruskan niat itu. Akhirnya ada truk yang jalan, kami pun berebut berlarian, berlompatan mencari pegangan, ku dapatkan pegangan itu, pijakan kakipun telah mantap menemukan tempatnya, kini tinggal menikmati kesenangan tiada tara, sebagai seorang bocah, entah apa yang ada dipikiranku saat itu, ku hanya bisa menikmati belaian angin saat truk mulai laju, bergetar tangan2 kecil itu, menahan tubuh melawan gravitas maju. Langit mulai menghitam, menyisakan bayang2 yang semakin kelam, lampu jalan tak semuanya benderang, sebagian padam, meninggalkan sayup2 kegelapan. Laju truk yang tiba2 melesat, bagai pesawat yang akan meninggalkan landasan pacu, membuat tubuhku yang tak seberapa besar terhentak, tangan2 yang bergetar semakin hebat akhirnya tak mampu menahan berat tubuhnya sendiri, ditambah daya tolak dari gerak maju yang tiba2 itu. Bagai beribu tangan yang memeluk pinggangku dan menarikku tuk jatuh kebelakang, aku tak tahan, dan tanganku lepas dari pegangannya, melayang terhempas keras ke atas aspal yang kasar, bagian belakang kepalaku mau tak mau membentur dan beradu, kesadaran yang tersisa saat itu hanya keremangan langit disela sela dedaunan pohon nan rindang, tak mampu bergerak, seluruh tubuhku benar2 lumpuh, ku takmengerti, dalam pikiran bocahku berkata, "inikah pintu gerbang kematian?".
Entah berapa lama tubuhku tergeletak begitu saja di jalan, memang pas ditempatku terjatuh suasana agak gelap, sukar bagi orang lain tuk melihat tubuhku. Ku hanya bisa pasrah tak berdaya, saat ada tangan2 yang mengangkat tubuhku lalu menggendongnya, kutak dapat melihat wajahnya, samar dalam kesadaran yang sewaktu-waktu dapat menghilang, direnggut dariku selamanya. Hanya kilasan2 bagai sketsa yang muncul dan menghilang, pandangan2 dari mataku menyaksikan, ku dibawa berjalan, diantarkan kerumah nenekku yang ternyata hanya berjarak seratus meter dari tempat kejadian, selanjutnya ku mendengar teriakan2 dari orang yang kukenal, panik dan berisik, beberapa ada yang mulai menangis, hanya bisa memandang nyalang, tanpa mampu berkata apa2,
"Iyan, kenapa kamu Iyan"? Ingin rasanya ku menjawab pertanyaan itu, namun selain ku tak mampu berkata-kata, akupun tak mengenali siapa yang bertanya. Pikiranku seolah mengambang, melayang, mulai memasuki celah-celah bilik, kadang ku temukan kegelapan, yang mengiasi sejauh mata memandang.
Masih tak mampu menggerakan tubuhku sedikitpun, masih tak mampu membuka mulut, hanya mata yang terbuka, memandang kosong, membuat semakin panik keadaan, kumerasakan, tubuhku ditaruh di sebuah ranjang tua, dari besi yang kokoh, pakaianku di lepas tanpa sisa, entahlah mungkin tuk mencari sumber luka yang membuat keadaanku sedemikian rupa, bau minyak angin, balsem dan keringat, menjadi satu ditubuhku, ada yang mengurut-urut mulai dari kakiku, hingga kepala.
Orang tuaku tiba, ibuku ikutan panik, ayahku tampak diam, namun tak dapat disembunyikan air mukanya yang penuh kecemasan. Dari pada tak karuan, mereka memutuskan, membawa ku ke dokter langganan yang biasa didatangi kala sakit datang, seorang dokter umum, yang membuka praktek tak jauh dari rumah nenekku.
Dinding putih menjadi semakin suram, saat kumelihatnya dari bahu kanan ayahku, kepalaku tergolek lemas diatasnya. Menunggu antrian yang tak begitu panjang, dari berbagai rupa, yang mengisyaratkan kesakitan. Giliranku tiba, pemeriksaan dilakukan pada bagian kepalaku, kemungkinan geger otak menimpa diriku, dokter mengatakan jika dalam 2 hari aku muntah2, maka harus dibawa kerumah sakit untuk di opname.
Kuterlupa bagaimana selanjutnya yang terjadi, karena memang sering hilangnya kesadaranku saat itu. Terakhir yang ku tahu keesokan harinya aku muntah2, sesuai dengan petunjuk dokter, ku dibawa kerumah sakit oleh ke dua orang tuaku, seminggu aku dirawat disana, di rontgen kepalaku tuk memastikan kondisi yang ada.
Pertamakalinya ku dirawat inap di rumah sakit, pertama dan belum pernah lagi sampai sekarang, mudah2an jangan. Masa2 yang tidak mengenakan, terlebih untuk bocah seusiaku, seharusnya aku sedang bermain, berlari dan tertawa riang, bersama dengan teman2ku, kini ku tergolek tak berdaya, menoleh pun berat rasanya, apalagi sampai mengangkat kepala, praktis, berjam-jam posisiku tidak berubah.
Seiring berjalannya waktu, keadaanku berangsur-angsur membaik, berkat do'a dari semua orang, berkat trampilnya para dokter dan perawat, dan yang yang pasti,berkat kemurahan hati Allah SWT. Awal kesembuhanku di tandai dengan permintaanku mau makan nasi padang, jenuh dengan hidangan rumah sakit yang membosankan, ku makan bungkusan coklat itu, kusikat rendang yang masih hangat, walaupun tak mampu kuhabiskan, ku merasa senang, karena melihat senyum ibuku yang setia menungguku, sementara ayahku sedang bekerja.
Dengan bangga ku berjalan, seolah ingin menunjukkan betapa mudahnya melangkah, seperti seorang bayi yg mulai bisa berjalan, aku kesenangan, tanpa kursi roda itu, yah, tak perlu ku menggunakannya lagi, karena kini ku dapat berdiri sendiri. Ku diperbolehkan pulang, setelah melihat kondisi yang ada, dan melihat kantong tentunya, karena bukan murah dirawat berlama-lama disebuah rumah sakit swasta. Berbagai senyuman menyambutku, bagai seorang pahlawan pulang dari medan pertempuran. Ku tak mau langsung berlarian, biarlah setahap demi setahap ku lalu lorong itu dengan berjalan perlahan.

Ejekan demi ejekan, dari beberapa temanku yang lebih tua, yang memang tak dekat, terus mengalir bagai air bah, aku divonis mereka dengan kata2 PA, sebuah istilah untuk mencap seseorang yang mendekati gila, apa karena geger otak ini, ku menderita, mereka tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, entahlah apa memang ada syaraf yang putus, namun ku merasa keadaanku baik2 saja, hanya ada satu keanehan, kepalaku selalu miring ke kanan, ketika berjalan, ibuku selalu membetulkan posisi kepalaku dengan penuh kasih sayang. Entah berapa kali terulang, kepalaku masih saja tengleng, harus aku sendiri yang berusaha tuk normal lagi.
Sebuah kejadian yang menyisakan banyak pelajaran, tentang kasih sayang, tentang kepatuhan, tentang diriku sendiri tuk dikenang dimasa depan. Berbagai ejek dan hinaan, kuhadapi dengan diam, ku buktikan kepada mereka, bahwa otakku lebih hebat dari yang mereka punya, nilai nem ku memungkinkan ku masuk ke smp dan stm favorit, padahal teman 1 gang tempatku berada, tidak bisa mendapatkannya, nah kalo sudah seperti ini, siapa yang sebenarnya PA?

(hanya dari kisah kecil dari masa lalu yang sudah banyak terlupa)
201109 1059 Sl@m

See more stories at: slam201080.blogspot.com

Baju kuning part 5 (lamaran, kala banjir datang)

Hidup memang tak dapat di prediksi, terlalu banyak misteri yang terkandung didalamnya, kadang teori kemungkinan pun tak dapat menyusuri jalannya, apalagi hanya seorang manusia yang berdalih mampu melihat masa depan. Sungguh ternyata sebuah kenikmatan tersendiri kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi di depan sana, kita jadi bersemangat tiap harinya, tuk mengejar apa yang ada di dalam impian kita, coba kita telah mengetahui kita akan jadi orang sukses di masa depan, pasti saat ini kita akan bermalas-malasan, dan tak akan melakukan berbagai perjuangan yang begitu bermakna dalam setiap simpang jalan hidup yang kita tempuh. Seandainya kita tahu kita akan gagal di masa depan, tentunya hidup kita saat ini akan terasa hampa, penuh dengan keputusasaan, sesungguhnya kita saat itu hanya menjadi sesosok mayat yang bernafas.Kadang kita merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi kemudian, manusia berlomba- lomba menciptakan mesin waktunya masing2, tuk sekedar mengintip seperti apa mereka dimasa depan, juga mungkin akan memaksa kembali ke masa lalu, tuk memperbaiki kesalahan2 yang ada, walaupun itu mustahil karena memang sejarah tak dapat diubah, andaipun bisa, akan berantakan tatanan kehidupan yang telah ada, seperti yang banyak ku saksikan dalam berbagai film, (butterfly effect, misalnya) banyak hal yang bisa dipelajari, satu masalah bisa teratasi, namun hal itu akan membuat masalah yang baru. Jadi teman, nikmatilah hidupmu saat ini, hadapi setiap masalah yang ada, sambil berfìkir, bahwa itu merupakan sebuah proses menuju dewasa, menuju ke kesempurnaan hidup, walaupun tiada sesempurna Dzatnya.Keindahan masa silam yang terekam dalam pikiran. kumencoba tuk menyusun ulang, walau hanya lewat baris kata2, masih jauh dari kenyataan yang ada, karena kadang ada beberapa hal yang tak bisa dijelaskan dengan kata2, sebuah bahasa universal manusia akan sebuah perasaan yang mungkin telinga tak mampu menangkap gelombangnya, sehingga kitapun tak tahu bagaimana menyampaikannya. Hanya saat hati mendekati bersih, hanya saat kita tak mendengar lagi selain sunyi, maka saat itulah kita dapat mengetahui dan mengerti apa yang terjadi.Begitupun dengan hidupku, banyak hal yang terjadi, banyak sudah yang tak kuingat lagi, entah memang telah hilang, atau memang sengaja kuhapus, karena beberapa kenangan terlalu buruk, dan hanya menjadikan batu pemberat saat ku melangkah kedepan.Jakarta, di penghujung tahun 2001, saat semua nampak basah, oleh guyuran air yang tumpah ruah dari atas langit yang berwarna kelabu. Hampir seharian, hujan tak kunjung berhenti, beberapa kawasan di sekitar tempat tinggalku sudah mulai tergenang banjir, bervariasi, dari hanya beberapa inchi, hingga memenuhi seluruh kaki, aku sendiri disibukan oleh kenyataan, bahwa beberapa barang harus segera dipindahkan ditempat yang aman, beberapa perangkat elektronik harus di ungsikan, karena air mulai mengalir mengisi halaman rumahku, begitu cepat, hingga membuat waktupun terasa singkat.Lelah, keringatpun bercampur dengan tetesan air hujan yang masih setia membasahi bumi, sebuah situasi yang membuatku tambah frustasi, manakala sebelumnya, ku sudah tidak berstatus karyawan lagi, bagi seorang laki2 yang sedang menuju kedewasaan, jadi seorang pengangguran adalah hal yang menyakitkan, ketika seharusnya ku bisa membahagiakan ke dua orang tuaku dan keluargaku, ternyata aku malah menjadi seorang pesakitan, yang tak dapat menerima kenyataan, ternyata aku di pecat, yah walaupun bahasa halusnya habis kontrak, tapi yang pasti, aku tidak lagi memakai seragam warna biru itu. Dan kini, rasa frustasi itu makin menjadi, kala harus menghadapi musibah langganan ini. Banjir, tergenang sudah tak menyisakan tempat kering tuk berpijak, terasa makin membesar, telapak kaki yang hampir seharian terendam air,dingin, kesal dan kelaparan, karena kegiatan memasak, praktis tak dapat dilakukan. Beberapa hari dalam keadaan yang demikian membuatku jadi terbiasa hidup dalam keprihatinan, semua serba terbatas, tak ada kemewahan yang menghibur hati.Kehidupan memang bagai roda yang berputar, tak selamanya kita di satu posisi yang sama, panggilan itu datang, panggilan dari sepupu bapakku yang bekerja di PT United Tractors, dgn posisi sebagai serorang sertifikator, telah lama ia bekerja disana, mungkin dari sekitar tahun 1985, ia mengatakan ada lowongan kerja di sana, dengan posisi sebagai mekanik alat berat, jadi kupikir mengapa tidak mencobanya saja, walau ku tahu, perjalanan ke sana, mungkin agak sedikit terhambat, karena banjir yang belum saat.Sisa2 banjir masih terasa, melihat ke kanan dan kiri jalan, masih banyak rumah yang tergenang, pemandangan yang miris kusaksikan dari bis mayasari bhakti P51, jurusan Tanjung Priok- Pulogadung. Kotaku, dengan predikat sebagai ibukota negara, tetapi banyak hal yang membuat jauh dari bangga ku tinggal di dalamnya, salah satunya ya banjir ini, entahlah mungkin memang telah diwariskan dari beberapa generasi sebelumnya, jakarta memang telah ditakdirkan demikian.Kumelanjutkan perjalanan dari terminal Pulogadung dgn naik angkot menuju jalan raya Bekasi kilometer 22, tempat yang akan ku tuju, sebuah perusahaan besar, sebagai distributor alat berat dari beberapa merk, namun yang paling terkenal adalah merk Komatsu, berbagai jenìs tipe dan alat berat, mulai dari excavator hingga dump truck, pelanggannya biasanya para pengusaha tambang diseluruh nusantara, dengan menguasai hampir 50% pangsa pasar alat berat di seluruh Indonesia, menjadikan PT UT, sebagai leader di bidangnya. Berdiri pada, 13 oktober tahun 1972, waktu itu masih bernama, PT Astra Motor Works, dan pemegang saham terbanyaknya adalah PT Astra International Tbk, berlokasi di jalan raya bekasi km 22, PT UT berdiri di lahan seluas 20ha.Tidak sampai 20 menit, dari terminal Pulogadung ku telah tiba di halaman PT UT, sama dengan sekitarnya, tepat di depannya, air masih menggenang, sehingga menyulitkanku tuk masuk kedalam, mencari beberapa pijakan, agar sepatu yang baru saja kucuci tidak kembali kotor. Ku segera melapor, dan menanyakan letak pak Asdi Suwardi, sepupu bapakku itu bekerja, kepada security yang menjaga pos di pintu gerbang sebelah barat, setelah ku menyerahkan ktp ku tuk ditukar dengan kartu visitor, akupun bergegas menuju lobby, tuk menanyakan lebih lanjut kepada receptionis yang jelita, ternyata tempat sepupu bapakku berada dilantai dua, ia tersenyum melihatku, langsung kucium tangannya, sebagai penghormatan kepada saudara yang lebih tua.Setelah menyerahkan surat lamaran yang ku sìmpan rapih dalam amplop coklat besar, ku segera mohon pamit, tak kuduga, ia langsung mengepalkan uang padaku, mang, mang, dalam hati berkata, "dah diberi info lowongan aja aku sudah senang, ini pake di beri uang sekalian" buat ongkos katanya, ku terima saja sambil tersenyum malu, tak lupa ku mengucapkan terima kasih. Mungkin memang di dunia ini telah diciptakan, orang2 yang jika berbuat baik tidak tanggung2, salah satunya ya mamangku, "salam buat keluarga di rumah yah" ia berkata, sesaat sebelum ku meninggalkan ruangannya. Penuh harap dan keinginan tuk secepatnya di panggil dan dapat segera bekerja di perusahaan itu, karena ku sudah tak tahan lagi dengan status ini, padahal baru sebulan lebih ku jadi pengangguran, namun terasa telah setahun menjalaninya, waktu memang menjadi lambat ketika dalam masa penantian, seolah-olah jarum2 itu malas sekali melangkah.to be continued....201109 0639 sl@mSee more stories, at: www.slam201080.blogspot.com

Jumat, 13 November 2009

Baju kuning part 4 (sabtu malam yang indah)

Kenangan indah sabtu malam yang masih saja terbayang-bayang, sebuah awal dari liku perjalanan yang sangat panjang. Dengan di dampingi dua orang bidadari, tiba juga ku dikeramaian itu, lautan manusia, tempat para muda ceria, berasang-pasangan, saling bergandengan tangan.
Kubertanya, "akan kemana kita?", "gimana kalau kita makan saja dulu?", temanku berkata, akhirnya kucari tempat makan yang tepat, namun semua penuh sesak, beputar-putar diantara barang dagangan kaki lima, ada pakaian, mulai pakaian balita sampai lansia, dari pakaian dalam sampai pakaian luar angkasa, berbagai perlengkapan rumah, mulai lemari, rak buku sampai jendela, segala kebutuhan manusia hampir semua tersedia. Aroma parfum dan peluh menjadi satu, berbagai bau masakan ciri khas dari berbagai daerah, menambah semangatku tuk segera menemukan tempat yang tepat agar makhluk dalam perutku dapat tersenyum senang. Kutemukan juga kursi kosong yang memungkinkan kami bertiga dapat menikmati berbagai jajanan yg ada, dari pada bingung kuputuskan tuk memesan bakso saja, dan yang lainpun sama, berbincang tentang berbagai keadaan, tak terasa semangkuk bakso hampir kosong, menyisakan sedikit kuah berwarna merah kecoklatan dan remah-remah dari berbagai bumbu dan mie kuning. Dilanjutkan dengan menikmati minuman yang menyegarkan, jus alpukat dingin, terlihat dari embun yang mulai berjatuhan ditiap sìsi gelas, berwarna hijau muda dan dihiasi warna putih memanjang yang ternyata susu kental yang sengaja dicampurkan, rasanya? tak usah ditanya, sungguh menyegarkan, entah apa memang karena rasa aslinya, atau karena rasa hatiku yang juga sedang girang, ternyata beginilah rasanya kencan, pantasan banyak orang rela berdesakan demi mendapatkan suasana itu, suasana yang nyaman saat cinta tidak lagi dapat disembunyikan.
Setelah semua merasa puas dengan apa yang disantap, kamipun segera beranjak, berniat sekedar melihat-lihat, kami masuk ke dalam plaza yang tepat disamping kumpulan para pedagang kaki lima yang semakin ramai, ternyata di dalam juga tak kalah ramai, promotion boy berteriak-teriak kearah mix yang dipegangnya, dengan bantuan sound system yang tertata apik, seluruh lantai, mulai dari basement hingga lantai 4 dapat mendengar suaranya, lantang ia berbicara tentang berbagai harga yang dijual murah, diskon besar-besaran apakah memang benar atau cuma tipuan, tapi yang pasti makin banyak orang yang berdatangan menyerbu rak-rak pakaian yang memang telah disediakan. Sempat tertarik dengan tawaran yang ada, namun jadi teringat uang yang tersisa, tak banyak memang ku membawa, maklum tuk memenuhi kebutuhan keluarga, dalam hati berkata, "semoga ke dua bidadari ini tidak banyak meminta". Hampir menunjukan pukul duapuluh satu, ketika angkot terakhir yang kami naiki melaju, didaerahku, angkot memang dibatasi jam operasinya hingga jam sembilan malam, dan akan digantikan oleh ojek motor dan sepeda, tak ketinggalan kadang tukang becak menanti saat itu tiba, berebut mencari penumpang yang tak kebagian angkot yang telah menghilang, harus rela membayar lebih mahal beberapa ribu tuk bisa pulang.
Kuantarkan pulang temannya yang perempuan, dan setelahnya kuantarkan dia pulang, seakan tak ingin waktu tetap berjalan, agar selamanya getaran itu kunikmati, saat berjalan berdua dengannya sungguh tak bisa ku lukiskan, mungkin hanya akan ada gambar kosong yang terpampang, saat itu tiba, ku harus rela ia sendiri menuju rumahnya, ku belum di ijinkan mampir walau hanya sekejap, entah karena malu atau belum siap, ya sudahlah, ku hanya bisa memandang rambut panjangnya dari ujung gang, yang semakìn lama menghilang tertelan gelap remang lampu pelataran, kumendesah sendiri, menyisakan sedikit senyuman yang kunikmati mengiringi ku kembali ke rumahku, akankah ada perjumpaan lagi? bagai telah terkena zat addictive yang membuat aku ketagihan, ternyata rasa ini lebih kuat dari sekedar morfin dan obat penenang, aku benar-benar sakaw, untung saja tak pake meriang, hanya malam itu kulewati dengan mata yang tak mau terpejam, makin kupaksakan makin ia melawan, hanya kembali menimbulkan bayangan2 kejadian tadi bagai film yang diputar ulang, terus dan terus mengisi ruang diantara kesadaran dan khayal, ku sendiri tak tahu mulai kapan ku terlelap, tidur penuh senyum dan sedikit nyelangap.
Minggu pagi ku terbangun, berkata dalam hati, "semalam ku bermimpi nyata sekali" tanpa sebenarnya kutahu bahwa semua itu memang terjadi, lama ku termenung mencoba mengingat kembali, tersadar, cengar-cengir sendiri, sementara belek dan iler yang menempel dipipi terasa wangi kala kucium sendiri, dasar orang yang sedang mabuk kadang bertingkah aneh, lupa diri bahkan tak perduli dgn keadaan sekitar.
Itulah awal kisah cintaku, cinta yang kunikmati sampai hari ini, cinta yang mengiasi hari-hari bagai mimpi indah, walau kadang ada saja prahara, namun semua itu merupakan titian tangga menuju dewasa. Pertama dan terakhir, secara tekhnis ku mempunyai pacar, 5 tahun merupakan suatu masa yang lumayan panjang, 5 tahun tantangan menguji kesetiaan, 2 tahun benar-benar dekat, 3 tahun ku harus merantau ke sebrang pulau sana, namun jodoh sudah ditetapkan, kita hanya berusaha dan menjalankan, apa2 yang telah digariskan.
Sebuah awal kehidupan indah bersama cintaku telah ku ceritakan, banyak lagi sebenarnya yang bisa ku kisahkan, namun berliku dan panjang, nampaknya akan ada judul tersendiri dari kisah cintaku yang seru, terpisah dari cerita baju kuning ini, sengaja aku sedikit membawa cintaku disini, karena ia mempunyai pengaruh penting dalam karir pekerjaanku, ia salah satu motivasi dan semangat besarku dalam beribadah mencari berkah rizki yang melimpah. Di part berikutnya akan ku ceritakan, kisah awal ku memasuki dunia tambang, seru, tegang ada juga yang mengharukan, ok see u at next episode...

to be continued....

131109 1913 sl@m

See more stories at, www.slam201080.blogspot.com

Kamis, 12 November 2009

Baju kuning part 3 (kala cinta itu datang)

Setelah kejadian yang tak terlupakan itu, perlahan lahan semuanya kembali kedalam jalurnya, biasa tanpa ada masalah, justru perasaan yang menggelora yang mengisi hari2 didalam jiwa, perasaan yang membuat semua bunga tersenyum, saat didatangi oleh serombongan lebah madu, apalagi kalau bukan cinta, yah memang banyak kenangan indah masa muda terjadi saat aku masih menjadi karyawan perusahaan asembling itu, seakan ia menjadi saksi, saat ku memulai merajut kasih sayang bermahkotakan rindu, semangat, motivasi selalu menggebu, saat kasih terbalas dalam pelukan asmara, berbunga bunga rasanya saat itu, sebuah perasaan yang memang telah lama di idamkan, bagaikan embun penyejuk di tanah yang gersang, hilang dahaga yang selama ini terpelihara, setelah sebelumnya, cinta bertepuk sebelah tangan, mengharap sesuatu yang tak kunjung datang, 3 tahun penantian, 3 tahun penuh dengan penderitaan, cinta pertamaku mengabaikanku, seolah tak perduli ada yang menanti keputusannya, menutup diri akhirnya cinta kupasung, tak kuberi makan lalu mati.
Doa doa kulantuntan bagai lagu kerinduan, sekiranya janganlah hati ini sesunyi sekarang, kosong tanpa penghuni, kering dan sepi, laguku tembus juga menuju langit ke 7, terdengar oleh bidadari yang suci.
Cinta itu datang dengan sendirinya, tanpa di duga tanpa disangka, seolah tau apa yg sedang ku minta, memberikan hari2 selanjutnya menjadi indah.
Sabtu siang, saat ku masih bermandikan peluh,saat baru beberapa bulan ku jadi seorang buruh, bersemangat demi kehidupan keluarga yang lebih baik, maklum aku anak pertama dari 6 bersaudara, ada sedikit rasa tanggung jawab tuk meringankan beban yang ada, sementara dirumah orang tuaku, (sebenarnya rumah kakekku yang dibagi 4 petak dan di huni oleh saudara2 bapakku, secara tekhnis keluargaku msh menumpang di rumah nenek moyang). Ia datang bersama seorang teman lama saat smp dahulu kala, bermaksud berlebaran karena memang suasana masih fitri saat itu, tapi mereka tidak tahu kalau aku masuk kerja, jadi mereka memutuskan untuk menunggu. Lama tak kunjung datang akhirnya mereka pulang, dan akan kembali malam harinya nanti.
Ketika ku pulang sore harinya, kudiceritakan tentang kedatangan ke dua teman lamaku sewaktu smp dulu, dan ia jg mengatakan bahwa mereka akan kembali lagi nt malam. Matahari seolah enggan beranjak dari tempatnya, seolah membuat waktu terasa lama, namun akhìrnya lazuardi itupun tercipta, semburat cahaya ungu kemerahan menjadi pemandangan terakhir dilangit, sebelum tergantikan berjuta bintang yg berseri. Akhirnya ia datang, namun kali ini sendiri tanpa teman ku yang lelaki, saat perjumpaan yg sekian lama, terpesona ku tercipta, betapa tidak, ia telah berubah, dari seorang gadis belia yg sama sekali biasa, kini menjadi seorang wanita anggun yg bisa kusaksikan di tv saja, sungguh ku tak menduga, rambutnya yg panjang menambah daya pikatnya, mau tak mau getaran itu timbul, getaran yg hampir saja membuatku lumpuh tak berdaya, untung ku masih bisa menutupinya. Senyum hangat terkembang, saat jabat tangan yg menegangkan, ku grogi demam meriang, menyadari diriku masih memakai sarung dan baju koko, maklum ia datang sesaat setelah magrib lewat, ku mempersilahkannya duduk, entah ia melihat atau tidak, mukaku lebih berwarna merah dari biasanya, maklum selain emak dan adik perempuanku yg msh anak2, aku jarang menghadapi wanita, yah namanya jg kuper, jomblo yang mulai dari sekolah gak laku laku, wah malu juga yah ko bisa2nya aku ngaku, ya sudahlah itu kan masa lalu. Segera ku pamit sejenak tuk mengganti bajuku, sementara adik perempuanku menyediakan minum untuknya, rasanya sudah semua isi lemari ku acak2, namun ku tak menemukan baju yang tepat, keringat dingin mulai membasahi tubuhku, ya sudahlah kuambil sembarang dari pada ia lama menunggu, kesukaanku kaos berwarna biru, membuatku confidence n nyaman memakainya, sedikit membantu menutupi gejolak yang ku belenggu. Kembali keruang tamu, nampak ia bosan menunggu, maafkan aku yah temanku, ku membuat rasa ini semakin menggetarkanku. Setelah sekian lama bercakap cakap, tentang beberapa hal di masa lalu, diselingi canda kecil yg membuatnya sesekali tertawa, ia tidak tahu bahwa aku masih menahan getaran saat itu, ia lalu mengajakku untuk kerumah temannya sewaktu smea dulu, entah ini tak- tik agar tidak terganggu apa ada sesuatu yang aku tak tahu, dengan bersemangat aku menyetujuinya. Pandangan demi pandangan menusuk mataku, ketika para tetangga melihat ku berjalan dgn seorang wanita, rasa tak percaya membuat mulut2 ternganga, tak menyangka manusia goa akhirnya laku juga, ku hanya bisa menundukan wajahku, seharusnya ku tidak malu, seharusnya ku dapat berjalan dengan gagah, membuktikan kepada mereka semua bahwa aku juga bisa, menjadi pria dewasa walau mereka tidak tahu, semakin kencang getaran itu. Ternyata rumah temannya masih 1 gang dengan rumahku, sekitar 15 menit yang menyenangkan itupun berlalu, sampai sudah dirumah yang dituju, agak gelap, dan rimbun tanaman menghiasi halaman, langsung ku mengucapkan salam, agar tuan rumah berkenan datang keluar. Putih agak kurus dan panjang, temannya temanku membukakan pintu, berpelukan mereka bagai seribu tahun tak jumpa, saat ku diperkenalkan olehnya dgn pandangan meledek, katanya aku ini pacarnya, kontan mukaku merah, ketemu lagi aja baru malam ini sejak lama tak jumpa, masa bisa2nya ku langsung didakwa, apa karena ia melihat kami serasi atau bagaimana.
Duduk ku diruang tamu menikmati hidangan yang ada, sedikit basa basi akhirnya maksud itupun terbaca, ia mengajak kami jalan2 keluar, ke sebuah plaza ramayana yg tak begitu jauh letaknya, tuk sekedar menikmati keramaian yang ada, keramaian yang tercipta di malam para muda. Tak menyangka, ku diapit 2 orang bidadari turun dari langit, mimpi apa ku semalam, belum pernah sama sekali pacaran, belum pernah jalan berdampingan dgn seorang perawan, kini bukan hanya seorang, ku hampir pingsan bukan kepalang, apalagi yang seorang itu, nantinya kan menjadi belahan jiwaku.
to be continued.....

121109 1758 Sl@m

See more stories at, www.slam201080.blogspot.com

Senin, 09 November 2009

Perjalanan menyusuri pagi

Berjalan, menyusuri pagi yang telah disesaki, asap knalpot yang tiada berhenti bernyanyi, yang beroda empat, yang beroda duapun tak mau kalah gengsi, terus saja bernyanyi, walau yang lain menghindari.
Langkah2 kaki mulai membuat nyeri, kala dihadapi sebuah kenyataan, beberapa esok ku tak lagi disini, menemani orang2 yang kukasihi, menanti nafas baru yang kan menyejukan hati.
Senyuman yang dipaksakan kala perempuan kecilku meminta tuk menaiki tubuhku, tak tahu ia ayahnya telah lelah berjalan diantara harapan yang hampir padam, terpaksa rela kutopang tubuh kecilnya ku bawa berjalan karena ia juga merasa keletihan.
Sementara perempuan besarku tampak meragu, mungkin dalam hatinya menggerutu, mengapa tak juga kunjung tiba, padahal telah puluhan kilo ia berjalan tiap harinya, mencoba memahami apa yang telah terjadi, siapa yang salah menghitung, dirinya atau orang2 berbaju putih.
Masih menyusuri jalan yang sama seperti kemarin, saat bau khas pasar menyerang penciumanku, kupercepat langkahku, sementara dalam gendongan, perempuan kecilku bersorak senang, tak apalah kakiku menjadi gamang, asalkan bahagiaku datang kala ia merasa riang.
Sampai juga ditempat tujuan, sebuah taman dimana yang lain sudah mulai ada yang pulang, yah memang mereka telah datang sedari kami masih terpejam, ku lepas perempuan kecilku, berlari ia menghampiri ayunan itu, ku coba mengejarnya agar tak direbut orang sekitarku.
Duduk dipangkuan ini sayang, biar bersama sama kita menikmati sarana cuma2 ini, agar sejenak melupakan masalah yang ada, saat diriku mulai menikmatinya.
Sementara di kejauhan ku lihat perempuan besarku tampak semangat tuk berjalan dilintasannya, seakan ingin membuktikan jika memang yg diharapkan tak kunjung datang itu bukan salahnya seorang, mungkin memang sudah suratan, jika sesuatu yang di inginkan masih saja terhalang oleh kekuatan yang menakjubkan.
Turun aku dari ayunan itu, menghampirinya, mencoba memberi tambahan semangat kepadanya, agar tetap tegar menjalani ini semua, agar ia sadar, bahwa orang2 disekeliling mendukungnya.
Matahari mulai menampakan diri, menciptakan bayangan2 kehidupan, ada yang bergerak juga yg diam, semuanya turut menyaksikan, perjuangan seorang ibu muda yg mencoba memberi sedikit keceriaan bagi dunia, tak merasa berat melangkah, walau tubuh baru itu telah tercipta di dalam perutnya, dgn senyumnya yang ramah, senyum yang membuat risau menjadi indah, ia mengajakku untuk kembali kerumah.
Melihat semua yang dilakukannya ini membuatku malu sendiri, kala ku tak bisa melakukan apa2, kala emosi selalu menghantui, kala senyuman hilang berubah jadi garang, ia tetap menatapku penuh dgn kelembutan, membuatku belingsatan, besar nian anugerah yg dititipkan, kala cinta kasih datang, meleburkan semua rasa kesal itupun hilang hanya menyisakan sedikit penyesalan, coba ku datang ke sana tidak kecepetan...
091109 0249 sl@m

Baju kuning part 2 (ibu jariku)

Kuputuskan untuk tidak lagi berharap akan mendapatkan panggilan dari tempatku mencari rejeki selama 2 tahun itu, tempat yang keras, saat keringat habis terperas, bukan kiasan jika ada ungkapan keringat sebesar biji jagung, karena aku mengalaminya, bekerja di pabrik itu, dalam 6 menit harus jadi 1 unit, bayangkan dalam sehari bisa berapa ratus mobil yang dapat dihasilkan?
Akhirnya ku berfikir, mungkin memang bukan jodohku tuk bekerja ditempat itu, padahal yg membuat ku suka adalah tempatnya yang tak jauh dari rumah tinggalku, hanya sekìtar 15 menit dgn naik angkot, mungkin hanya 10 menit jika menggunakan motor, padahal pengorbanan yang tidak sedikit kulakukan saat ku masih disana, jadi teringat saat accident itu tiba......

Malam itu, saat dingin mulai mencuri ruang, saat kantuk mulai mengambang, ketika sesaat lagi tiba waktu makan malam, terjadilah hal yang kan ku kenang sepanjang jaman, hal yang sampai kinipun msh bisa kuperlihatkan, bekasnya yg tak kan hilang. Saat itu ku menempati pos baruku, sebelumnya ku memasang rear axle, kini aku assembling front axle, tugasku adalah ngepress bearing axle ke housingnya, mesin press kuoperasikan, dan masih aman kukendalikan, saat komponen housing telah habis, pallet (sejenis rak besi tuk menyimpan komponen2 mobil, bentuknya bermacam2, sesuai dgn komponennya) yang telah kosong ingin ku ganti dengan yg baru, yg msh banyak komponennya tuk segera dipress, tanpa kusadar pallet kosong tersebut msh dalam keadaan tidak terkunci, karena pallet tersebut memiliki 2 tingkat, tingkat yg atas bisa diangkat karena menggunakan sistem engsel mirip pintu, ketika kudorong, palet yg atas langsung menutup jatuh ke bawah, aku lupa memeriksa locknya, ternyata tidak terpasang, akibatnya ibu jariku yang kanan terjepit diantara pallet bagian atas dan yg bawah, saat kejadian itu ku tak merasakan apa2 pada ibu jariku karena kejadiannya yang tiba2, tersadar aku tersentak tak bisa mengeluarkan jariku yang terjepit itu, dalam hatiku panik setengah mati, namun ku masih berusaha untuk menenangkan diriku, ku panggil teman yg paling dekat denganku, namanya wahyu, ialah yg menjadi dewa penolongku waktu itu, ia yang mengangkat pallet bagian atas, sehingga ibu jari ku bebas, setelah terangkat, kulepas sarung tangan katun itu, aku memakainya 2 lapis, nampak warna putih tulang dan tak beberapa lama darah yg sangat deras mengalir dari lubang yang tercipta dipertengahan ibu jariku bagian atas tembus hingga kesamping dalam, kepalaku pening saat itu juga, tak mau kehilangan kesadaran ku berusaha tegar, temanku segera melaporkan hal ini pada mandorku, saat itu aku hanya diberi kapas tuk menutupi lukaku, tangan kanan kuangkat tinggi2 melebihi kepala, tangan kiriku menekan sekeras kerasnya agar darah yg mengalir deras tidak terbuang percuma. Kudilarikan ke ugd sunter medical center tak jauh dari lokasi kerja, kantuk yang sudah tercipta hilang tiba2, ku tak berani melihat ibu jari kananku, yg bisa kulakukan hanya memegang keras luka itu. Perjalanan yang singkat terasa panjang, kejadian yg cepat akan berdampak menyedihkan, ku sempat melamun, bagaimana nasibku kedepan, masihkah ku bisa bekerja membanting tulang. Tiba juga di rumah sakit itu, setelah proses registrasi, ku ditempatkan di ruang ugd, tak tega rasanya saat ku lepas pegangan tanganku akibat diperintah oleh dokter agar bisa ia memeriksanya, "kenapa dikasih kapas mas, kan jd nempel semua, susah membersihkannya" dokter tersebut berkata, ku balas dgn meringis karena hanya itulah yg kubisa saat merasakan sakit yang luar biasa, rasanya seperti diamputasi saja. Jelas sudah terlihat ibu jariku sendiri, yg kini tak kukenali, hancur gepeng hampir tak berbentuk lagi, seperti jahe dipukul besi, ah rasanya sirna sudah masa depanku saat itu, kutakut sekali kehilangan jari itu, tak berani menggerakkannya, ku hanya bìsa pasrah, saat menunggu waktu rontgen tiba untuk menganalisa apa yg harus dilakukan selanjutnya, diruang putih itu aku menunggu dgn pikiran yang menerawang jauh, sayup2 terdengar suara rintihan seseorang, ternyata satu ruangan denganku hanya dibatasi dgn tirai putih, ku sempat melihat pria dgn muka berlumuran darah, hampir tak dapat dikenali apakah itu sebuah wajah, tampak meringis menahan sakit yg hebat, ku sempat menanyakan apa yg terjadi pada temannya yg datang, ternyata ia mengalami accident, saat motor yg di kendarainya menabrak truk container, tak bisa kubayangkan tabrakan yg dahsyat itu, yang menyebabkan mukanya jadi hancur begitu. Ku baru sadar saat itu, kejadian yang aku alami tidak lah seberapa, apa yg menurutku tadinya akhir dunia ternyata masih ada yg lebih parah, cobaan dan masalah yang dihadapi manusia ternyata telah diukur secara akurat oleh sang pencipta, sehingga kita masih dapat menghadapinya. Waktu rontgen akhirnya tiba, berdebar hatiku saat sinar x membus tepat di tanganku, berharap tak lebih dari itu, keringat dingin membasahi tubuhku, ingin semua ini cepat berlalu. Sambil menunggu hasilnya, ku ditemani oleh mandorku, bertanya ia kronologi kejadian yg mengakibatkan ku bisa demikian. Lorong rumah sakit yang gelap, seakan mewakili suasana hatiku kala itu, ketika akhirnya seorang suster cantik yg terlihat sedikit mengantuk mengantarkan hasil rontgen itu, segera ku konsultasikan dengan dokter yang besangkutan, syukurlah tak ada tulang yang patah walau jaringan otot ada yg rusak, dokter pun jadi yakin, tindakan apa yg selanjutnya harus dilakukan, tak lama kemudian kembali kumasuk keruangan, terpikirkan apa yg nanti terjadi membuatku mulai nyeri, saat meja kerja dipersiapkan, jarum, benang, obat penenang, alkohol, kapas dan perban. Meringis ku tak berani melihat saat jarum dan benang menusuk menghujam merekatkan dua daging yg terpisahkan, lama rasanya waktu berjalan, ingin ku segera pulang tuk melupakan ini semua. Akhirnya selesai juga, 9 jahitan tercipta, 2 jahitan dalam yang akan menjadi daging, dan 2 jahitan luar yg bisa dilepas, terbungkus perban putih yang rapih, masih tak berani menggerakan ibu jari tangan kananku dgn bebas, ku keluar dari ruangan putih itu, menuju loket tuk mengurus administrasi dan mengambil beberapa obat yg harus kuminum tuk proses penyembuhanku, beberapa antibiotik yg terbungkus dalam plastik ku bawa serta. Hampir dini hari ku kembali ke tempat kerja, duduk termenung dimushalla yang sempit menunggu saat shubuh tiba, ku coba bertanya, salah dan dosa apa yg membuat ku jd menderita. Ku coba mengadu dalam balutan air suci yang menyatu, tak terasa air mata tanpa rasa malu menetes di atas sajadah itu, saat duka lara tiba2 saja level iman berada di puncak tertingginya. Allah masih sayang kepadaku, karena ia tak membuat aku melupakanNya, sehingga memberi kekuatan kepadaku tuk menghadapi hidup diluar sana. Saat pulang tiba, ku absen di tempat yg biasa, apa yg harus kukatakan pada keluargaku, apakah ku kan menyebabkan mereka sedih.
Hanya 2 hari setelah kejadian itu ku tak masuk kerja, selanjutnya ku kembali melakukan aktivas seperti biasa, walau hanya dengan menggunakan 1 tangan. Sebulan ku berusaha menjadi kidal, dgn melakukan segalanya dgn tangan kiri, sebulan yang sangat berarti, yang menyadarkanku akan kesempurnaan itu. Banyak orang2 yang kurang beruntung yang tak memiliki anggota tubuh yang tak lengkap, alias cacat, namun mereka mempunyai semangat yang tinggi, yang melebihi puncak2 gunung yang menari, mereka tegar melebihi batu karang, tak pernah mereka mengeluh walau dalam hati, gigih dalam hidup demi yang terkasih. Sedang aku, bagai lampu yang mulai redup kehabisan pasokan listrik, kumulai tak mampu memberi penerangan pada hatiku sendiri dan ia mulai meraba raba didalam kegelapan yang mulai tercipta, saat semua yang indah mulai sirna. Tidak ku harus bisa, menggerakan motor semangat itu agar listrik2 dapat menjalar cepat, kembali lampu itu bersinar terang, bahkan lebih dari sebelumnya, agar tak aku saja yang dapat melihat, semua keindahan ini begitu nikmat, tuk dirasakan, disentuh dan diresap. Dalam kesadaran yg telah tercipta ini, hatiku mulai bisa tersenyum kembali, mantap, yakin dapat melewati hari2 yang penuh dengan berbagai macam perangkap, berjalan lurus kedepan menuju harapan impian.
to be continued.....

091109 0024 sl@m

Minggu, 08 November 2009

Tuk seorang teman

Apa yg kau takutkan teman, sebagai lelaki seharusnya kau bisa buktikan, kau layak sebagai pemimpin yang bisa diandalkan, tak perlu kau risau dgn segala penghalang, tak perlu ragu jika memang itu yg musti dilakukan, bangunkanlah orang itu, sudah seharusnya memang ia terjaga, saat yg lain menguras tenaga, sedikit sadarnya seharusnya dapat menuntaskan semua.
Mengapa kau diam saja teman, meragu dalam bisu, tak bisa mengambil keputusan yg tepat, harus selesai kah atau hanya terlewat, jangan sampai kebaikan yg baru saja tercipta, kembali hancur menjadi kebencian yang nyata.
Ternyata hanya segitu saja nyalimu, ok, ku coba mengerti, walau sulit kupahami, mungkin memang ada yg tak bisa dirubah, dari anggapan yg selama ini salah.
Kali ini ku maklumi kau berbuat demikian, namun esok masih banyak lagi tantangan, kuharap kita kan buktikan, dapat bekerjasama sebagai atasan dan bawahan.

081109 0422 sl@m

Baju kuning part 1

Tak terasa sudah 6 tahun lebih aku memakai baju kuning ini, baju perjuangan yang mungkin kan selalu terkenang, ada kebanggan tersendiri memang, saat menyadari tak semua orang diberi kesempatan seperti ini, dengan mudahnya pesawat kunaiki, dgn cepatnya berganti pulau dalam sehari.
Berawal dari lamaran itu, ada seorang kerabat yang memberi tahu bahwa ada kesempatan kerja pada sebuah perusahaan yg bergerak di bidang jasa, penjualan alat2 berat, bernama PT United Tractors, ada lowongan pada posisi sebagai seorang mekanik alat berat yg akan dikirim ke berbagai daerah diseluruh nusantara, layak dicoba menurutku yg telah merasa jenuh bekerja di pabrik selama 2 tahun sebelumnya, pabrik yg memproduksi salah satu produk mobil isuzu panther, tempat pekerjaan yg tadinya kuharapkan bisa menjadi tempat tuk merajut masa depan, namun apalah daya saat kontrak kerja habis, akupun dirumahkan, padahal aku sangat menginginkan kesempatan itu, kesempatan yang bisa mengantarkanku ke jepang, lumayan buat pengalaman dan penghasilan, karena bila telah menjadi karyawan tetap di PT Pulogadung Pawitra Laksana namanya, maka ada kesempatan diberangkatkan ke jepang selama 6 bulan untuk menjalani OJT.
Impian hanya tinggal impian, saat langkah ku dijegal oleh orang2 yg punya kekuasaan, akupun ditendang, ternyata tes karyawan tetap itu hanya sebuah formalitas bagi kami orang2 yg terpinggirkan, karena kami tak mengenal siapapun pimpinan disana, karena memang bukan saudara, sementara mereka yg telah nyata kerabat dgn mudahnya mendekat dan mendapatkan tempat yg sangat kudamba menjadi karyawan tetap.
Mungkin saat itu ku merasakan saat kehancuran hatiku yg paling dahsyat, kala mengetahui hasil tes karyawan tetap itu ternyata aku gagal, ku merasa tak berdaya dan kehilangan akal, ku langsung mengadu kepadaNya, mengapa ini terjadi, tanpa kutahu ternyata Allah telah menentukan jalanku kan lebih baik ditempat yg lain, dalam kehancuran itu ku benar2 parah, sampai hidungku mengeluarkan darah, entah apa karena kebetulan belaka, sudahlah, bila mengingatnya ku kembali berduka.
Saat saat penantian itu masih penuh pengharapan, karena dijanjikan akan kembali dipekerjakan walau hanya sebagai karyawan kontrakan, namun tak pernah ku putus asa berharap karena merasa telah menyatu raga dgn tempat itu, lama sudah hingga tak ada lg kecewa tersisa, saat panggilan itu ada, awal nasibku selanjutnya.
To be continued....

081109 0324 sl@m

Sabtu, 07 November 2009

Renungan dipagi hari

Di sisa pagi ini kucoba berfikir kembali, apa yg telah kulakukan malam tadi, sudahkah aku melakukannya sepenuh hati, sudahkah rasa ikhlas ini bersemi, di sela sela hati, saat kesombongan dan ego membakar laksana api, sehingga ranting itupun mati.
Masih sulit rasanya tulus itu datang, masih berat rasanya saat pengabdian tanpa harap seakan melayang, sedikit yang kulakukan rasanya telah segudang, rasa riya, ingin dianggap perkasa, padahal semua palsu belaka.
Dipagi yang semoga menjadi saksi, sedikit saja aku ingin membuktikan aku tidaklah seperti dulu lagi, sedikit demì sedikit biarlah dirì ini sakit, namun dgn hasil yang nyata ku kan buktikan kepada semua, bahwa aku bisa, menjadikan diriku sendiri sebagai tuan di hati ini, yg kan bersahabat dengan rasa ikhlas dalam ruang sanubari
071109 0548 by: sl@m

Kamis, 05 November 2009

kisah sedih selembar dendeng

kisah sedih selembar dendeng
Kisah ini kupersembahkan teruntuk istriku cinta, yg kusayang Dewi
Bosan ia dgn keadaannya yg telah sekian lama ditempat yg tak pernah disangka sangka, di dalam sebuah rak, bersama berbagai rupa2, dari mulai bumbu dapur, kecap, mie instant, garam, gula, bahkan makanan bayi. Pemandangan yg sama yg membuatnya jenuh tak terkira, sudah berapa lama ia sendiripun mungkìn lupa, yg menjadì hiburannya mungkin hanya berbagai wajah itu, wajah yg berganti ganti setiap harinya, diwaktu dan jam yg sama, sepertinya dunianya telah diatur, mau tak mau ia hanya bisa mengikutinya. Banyak wajah yg ia telah amatì, mungkin sudah takdirnya diberi kelebihan dapat mengetahui perasaan dari pemilik wajah2 itu hanya dgn sekali melihatnya, wajah2 yg mayoritas bermasalah, mungkin dalam keluarganya, mungkin dgn temanya, mungkin dgn anaknya atau pacarnya, atau orang disekitarnya, mulai dr masalah yg ringan sampai masalah yg mungkin hanya mati merupakan jalan keluar satu2nya. Sebuah hiburan yg aneh, yah tapì memang demikian, dgn mengamati wajah2 yg lewat didepannya, seolah ia merasa yg memiliki wajah itu, kadang ia tertawa sendiri, menangis sendiri, bahkan marah sendiri manakala berpindah pindah dari wajah satu ke wajah yg lainnya, bahkan kini ia dpt mengingat wajah yg sama yg pernah dilihat sebelumnya, ini jg salah satu kelebihannya, mempunyai daya ingat yg tinggi. Dengan memerankan perasaan dari wajah2 itu, ia merasa hidup, ia merasa bersosialisasi, ia merasa bermasyarakat, dan itu yg membuatnya bertahan selama ini, lupa akan kesedihannya sendiri, kesedihan yg terlalu dalam, karena terpisah dari bagian2nya yg lain yg sebelumnya utuh kini hanya terjebak di dalam ruang sempit, bening, kedap udara, ia merasa bahagia saat berbagai wajah itu melewatinya, namun beberapa saat dari waktunya, ia pun harus dihadapi dgn kenyataan dlm gelap saat wajah2 itu lenyap, menunggu esok lg saat semua terlelap, namun ia sendiri tak pernah lenyap dalam kesadarannya selalu hinggap. Saat itu tiba, saat kegelapan dimana mana, saat ia pun tak bisa melihat dirinya, pikiran itu muncul, mengapa aku ada?, mengapa aku tercipta?, dgn apa mengakhiri semua? agar terbebas dari rasa bosan yg benar2 nyata, ia memang tidak tahu untuk apa ìa tercipta, sengaja mungkin agar disaat2 akhir hayatnya ia sendiri yg akan menemukannya. Kali ini ia berdoa, walau tak tahu harus kepada siapa, tak ada memang agama yg mengajarkannya, tak tahu pula ia ada Tuhan, Allah swt yg selalu mengamati semua makhlukNya, namun ia mengerti dan memahami bahwasannya pastilah ada seorang zat penguasa, zat yg dgn kekuatanNya akan mengabulkan permohonannya. Ku mohon kepadaMu zat penguasa, bawalah aku dari tempat ini, pilihlah dari sekian banyak wajah itu untuk membawaku dari tempat ini, agar rasa bosan ini tak membunuhku dalam kejenuhanku. Tak terasa air mata membasahi sekujur tubuhnya, perasaan yg kuat yg mungkin dapat merobek semua, kini hari2nya adalah harapan, suatu saat semuanya ini kan segera berakhir, saat ia melihat wajah2 itu, tak perduli wajah bengis, kejam, sedih, gembira, bahagìa, ataupun terkadang ada wajah aneh yg ia sendiri pun tdk dapat mengartikan perasaan yg punya, ia akan selalu berusaha tersenyum, merayu, mengajak agar wajah itu membawanya pergi. Hari demi hari telah terlewati, kesabaran tiada henti telah mati, kering, menguap menghampiri matahari, keputus asaan datang, bagai gelombang pantai selatan yg menembus karang, senyuman itu hilang, ratapan yg makin panjang, menyayat hati semua rumput yg bergoyang, apakah doanya hanya sampai setengah jalan, menggantung diatas awan, dan terbawa angin nakal yg menerbangkannya menuju jurang, jurang yg dipenuhi berbagai mata pedang, siap mencabik tubuh hingga ke dasar tulang. Ia tidak tahu bahwa ada yg sedang tersenyum, tunggulah sayang, waktumu kan datang.
Siang itu, saat udara mampu mendidihkan darah, saat semua orang enggan keluar rumah, mungkin berendam di dlm bak terbuka lebih disuka, saat itupun ia merasa lelah, walau ditempatnya berada, tak terasa panas itu sedikitpun juga, karena udara telah dijebak, melewati pajang pipa2 besi yg sangat dingin untuk kemudian dihembuskan secara berkala, jadilah ruangan itu sejuk bagai surga. Namun bukan karena itu ia lelah, bukan karena itu ia berduka, hatinya telah kecewa, mengharapkan yg tak mungkin ada, kini ia tak berani menatap, wajah2 yg kini berlalu lalang dìsekitarnya, lebih baik ia terpejam, agar kesadaran ini akan hilang, saat keputusasaan itu telah melekat didirinya, ia seolah merasa terbang melayang, ada tangan2 raksasa yg membawanya serta, masih bingung antara sadar dan khayal, ia memberanikan diri membuka matanya, samar2 kemudian makin jelas dan nyata, dihadapanya ada sebuah wajah ayu, mencerminkan pemiliknya yg lemah lembut, keibuan, penyayang, namun kadang bisa keras bila dibutuhkan, wajah yg menyejukan, namun kadang bs juga menjengkelkan. Wajah itu tersenyum, membolak balik diriku seolah mencari sesuatu, wajah itu nampak berfikir, akankah membawaku atau tidak, lama saat yg dinanti itu terjadi, namun ia menyaksikan sendiri, dirinya telah dibawa oleh pemilik wajah itu, xah seorang ibu muda bersama seorang anaknya sekitar 3 tahun, perempuan, sedikit pecicilan. Gembira luar biasa hatinya, kalau saja ia tidak takut ketinggian mungkin ia akan lompat tinggi kegirangan, terimakasih penguasa, doaku didengar juga, katanya. Tak ingin ia melewatkan kesempatan itu, ia menatap kembali kedalam wajah ibu yg telah membawanya pergi, wajah yg menurutnya sedang bahagia, walaupun samar terlihat bekas2 kecewa dan lelah, namun semua tak tampak, karena perasaan suka cita telah menyatu raga, memang wajah yg di inginkan tuk membawanya terbang dalam kesempurnaan. Akhirnya bebas juga dari tempat sialan ini. Tak lama kemudian garis sinar2 merah itu menjamahnya, sebelum ia disatukan ke dalam wadah beserta kebutuhan rumah tangga yg lainnya, tak mengapa, suasana yg br tak mungkin membunuhnya, bahkan menambah umurnya dari kematian yg sepi. Terayun ayun ia bergoyang kesana kemari, suatu keasyikan tersendiri, tak sadar kini ia pun dapat bernyanyi, lagu riang hati. Aku terpilih dari sekian banyak bagian diriku yg lain aku yg dipilih, kan ku tunjukan aku berguna, kan kubuktikan aku bisa, memberi manfaat bagi semua, selamat tinggal tempat terkutuk, ternyata sebelum dicampakkan karena usia aku telah terpilih.
Tempat yg baru, suasana yg baru dgn wajah yg sama, wajah yg membawanya serta, wajah keibuan itu, seharusnya ia tahu sumber kebahagiaan pemilik wajah keibuan itu, yah sebuah nafas baru, sebuah awal yg menggeliat tanpa ragu, sebuah pengharapan bagi orang2 disekelilingnya yg telah byk mengorbankan masa dan biaya agar nafas baru itu ada, sebuah awal kehidupan fana, tangisan suka cita saat yg lain mulai terjaga. Bayi mungil itu rupanya sadar akan kedatangan ibunya, seolah ia ingin mengadu mengapa tak dìbawa serta, permintaan maaf telah diterima, saat akhirnya air suci itu menyentuh tenggorokannya, hanya air suci itu yg dibutuhkanya saat ini, aku melihat itu semua dari sini, dari dalam sebuah plastik bergambaq lebah bertulìskan alfa, nampaknya tempat itulah yg sebelumnya menjadi rumah dukaku, kini aku bahagia, rumah yg baru, penuh kebahagiaan tanpa tipu, namun dikamar yg lain terasa palsu. Rasanya telah bergalon galon air suci itu telah terkuras ketika dgn kelelahan sang bayi kembali tertidur pulas, aku pun hilang cemas, dikamar sempit nan remang ini, ternyata bahagia itu ada, bahagia yg tak dibuat buat seolah nyata. Merasa iri ia tanpa tahu disebrang pulau sana, jauh diatas gunung hitam batu bara, sang ayah terlihat lelah, penuh pengharapan akan kehadiran yg kmrn tak kunjung datang, penantian yg panjang, tanpa angan, hilang saat harus menghadapi sebuah kenyataan, waktu telah byk hilang, tanpa hasil yg gemilang. Namun kini sedikit demi sedikit, wajah sang ayah jadi berseri, kala suara tangis menggelegar membahana mengiasi alam dengarnya, berkat kecanggihan tekhologi, suara bisa dipindahkan dgn kecepatan melebihi kepak sayap burung gereja, walau tidak semua dgn cuma2, pastinya dgn biaya yg ada. Kembali ke kamar sang ibu, tak bisa tidur memang atau dilarang, saat seperti ini siang menuju petang, sibuk ia membereskan berbagai barang yg dibawa bersama diriku dan menghitung hitung bersama pena dan kertas, berapa pemasukan, berapa hutang, oh sungguh manusia tak bisa terlepas dari yg namanya uang, uang bukan segala galanya, namun sekarang segala galanya harus pake uang, bahkan untuk membuang barang, dari tubuh kita maupun dari tempat sembarang, untuk membawakupun harus dgn lembaran berharga itu, entah siapa tuan siapa, semakin abstrak kehidupan dijaman ini. Mengira telah dilupakan karena asyik dgn alam pikiran yg melayang, akhirnya kembali ia sadar dan memandang, kala sang ibu kembali membawa ke tempat selanjutnya, tempat yg mungkin kan menambah usianya, tempat dgn uap yg membekukan, kotak putih sempit itu nampakanya kan menjadi persinggahan, tuk selanjutnya diri kan diuraikan, menuju keabadian. Saat itu tiba, saat aku dikeluarkan dari kotak beku itu, saat kesadaran yg hilang tiba2 menghadang, aku dibebaskan dari pembungkusku, sebagian diuraikan dari tubuhku, aku melihat bagian tubuhku yg lain tersenyum dan ku balas dgn sedikit kerlingan, saat bahagìa ini tiba, saat diriku merasa berguna, melanjutkan nafas bagi makhluk yg lainnya, kudapat merasakan kala sebagian kecil diriku itu menggelepar, mendesis meringìs, saat minyak panas membungkusnya, kulihat senyum terakhir itu sebelum lenyap menguap keatas langit2 yg dipenuhi debu, sarang laba2 dan kotoran ngengat, seakan menanyaiku kapan ikut serta, menuju keabadian yg nyata, menuju satu saat semua rohku dikumpulkan, menjadi satu bagian, aku iri saat ini, mengapa tak sekaligus aku mandi di dalam minyak panas itu, apakah sebuah penghematan, dari selembarku yg hampir dilupakan, oh mungkin jg ini suatu kenikmatan, agar aku dpt melihat lebih banyak lagi senyuman, dari bagian diriku yg menguap lalu menghilang, hìngga akhirnya tersisa diriku sendiri yg kan tersenyum kepada pemilik wajah keibuan itu, yg dgn penuh kebaikan membawaku serta. Telah beberapa kali aku diuraikan, di keluar masukan ke dalam kotak putih itu, namun kali ini ada yg berbeda, aku tidak lg menikmati tidurku yg dingin membeku, aku berada ditempat gelap, bersama para katun bertubuh pengap, aku berkeringat, berontak, menuntut tempat tidurku yg dìngin dan berkilap, tak rela ku disini, saat ku rentan diserang belatung2 kebusukan yg membuat usiaku berkurang, saat kematian menjelang, kematian penuh kenistaan, terpisah dgn bagian dari diriki yg dikelìiingi senyuman, bila ku terus ditempat ini yg kudapat nanti hanya cemoohan, dan terbuang, bersama sampah comberan, ku kembali berdoa, agar dingin beku itu kembali tercipta, agar terhindar dari kebusukan yg nyata, ku telah berpengalaman dalam berdoa, bahwasanya Tuhan itu ada, Allah Tuhan ku zat penguasa itu, br kuketahui saat ku berada dirumah ini saat menyaksikan mereka yg bersujud dalam kesucian, menghadap memberi laporan jg pengaduan, tentang hidup dan juga kematian. Ku yakin tak lama lg ku kan dipindahkan, dan memang kenyataan, walau kebusukan sempat datang, menyerangku dgn garang, namun ku senang, kembali berbaring riang. Kotak bekuku, indahnya tempat persinggahan ini, terlelap kembali ku dalam dingin, ada yg berubah rasa dari diriku, gara2 serangan itu, sedikit kebusukan yg berbau apek kini melekat di diriku, entah apa kata mereka, mungkin telah berhasil membuat diriku sedikit dicemooh, saat ku mengecewakan sang ibu, yg masih rela mencerna diriku walau telah berbau. Kutersadar tiba2, kudengar suara gaduh, tak terasa ku melayang menembus kotak putih beku meninggalkannya, tertarik oleh cahaya2 bagian dari diriku, memberi kekuatanya agar aku dapat menyaksikan, sebuah kejadian yg memilukan, wajah keibuan itu terlihat marah, membela wanita yg telah melahirkannya, dari angkara murka durjana, tiba2 ku bisa merasakanya, perasaan sang ibu yg membela ibunya, marah, benci dan dendam, kepada orang yg melakukan semua ini, hingga kesedihan menjadi hiasan lampu gantung di langit2 penderitaan, aku ikut marah tanpa bisa melakukan apa2, ku hanya dapat berdoa, semoga semua masalah ini sirna, bagai tulisan diatas pasir pantai yg terhapus gelombang pasang, semoga sang ibu diberi ketabahan sang karang, yg tak mengeluh dihantam sang lautan, semoga semua balasan kan didapatkan sesuai dgn perbuatan. Tertarik ku kembali ke dalam kotak beku itu, kali ini tak dapat ku terpejam, tertahan oleh linangan air mataku yg menggenang, tak rela melihat pahlawanku diperlakukan sewenang2, entah tangis ini sampai kapan, ketika tiba2 aku kembali dikeluarkan, kali ini bersama tubuhku, tak terasa ternyata telah satu harian setelah peristiwa itu datang, ku melihat kotak putihku dibawa entah kemana, saat masih terpana ada yg berbisik kepadaku, setelah pertempuran yg nyata, masing membawa hartanya serta, kotak putih itu ternyata bukan bagian dari keluarga ini, hilang pergi terbawa bersama dendam dihati. Ku kembali ditempat gelap dan pengap ini, sementara, kebusukan kembali tertawa riang, saat mulai menyerangku dari belakang, tidak.. ini tidak boleh terjadi, Anggi, ku tahu itu namamu, cepat bawa seluruh tubuhku ke dalam minyak panas itu, sebelum kebusukan ini menjangkitiku, semoga sisa2 dari diriku ini dapat menambah aliran air suci dalam aliran tubuhmu, sampai hilang suara ini dibekap tangan2 busuk itu, air mataku mengalir, ku bertanya dalam diri, akankah ku dapat bertemu dengan diriku yg lain?
05/11/09 07:16

Senin, 02 November 2009

Kisahku bersama lumpur itu

siang itu nampak cerah, matahari laut bersinar dgn terangnya, seakan sanggup untuk menguapkan semua. Nampaknya mungkin akan menyegarkan bila membasahi diri dgn air agar tdk semua dari cairan ini meninggalkan tubuhku, mungkin juga berenang di kolam bersama teman2 akan sangat menyenangkan, mengingat saat ini air adalah satu2nya sahabat terbaik didunia.
"bagaimana jadi kita berenang" kataku mengajak kedua temanku dan juga seorang adik laki2 ku, "jadi" berkata temanku menìmpali pertanyaanku, "tapi gimana nih kita tak punya duit buat ke kolam renang" aku mengingatkan, "gimana kalau kita ke laut saja" yg lain berfikir sesaat temanku ucu mengatakan idenya, tidak jauh dari tempatku memang laut terbentang luas bebas tuk dijamah, walau kini sebagiannya dimanfaatkan oleh para kaya buat menambah pundi2 mereka dgn membangun berbagai sarana rekreasi yg akhirnya membatasi putra putri negri tuk menikmati secara cuma2, tapi masih ada tempat yg menawarkan kebebasan tanpa uang tebusan, walau tidak seindah yg dibayangkan, namun lumayanlah tuk sekedar melepas penat yg ada, dan kesanalah tempat yg kami rencanakan akan kami datangi, fasilitas gratìs yg diberikan alam untuk para hamba.
Berjalanlah ke empat anak itu, salah satunya aku, hampir sejaman waktu yg dibutuhkan menuju tepi laut, melewati gang2 sempit dan liku2 rumah yg tak simetris maklum nyaris kumuh, sebuah potret dari keganasan persaingan kota besar termasuk kota tempatku tinggal, namun kami tak pernah mempermasalahkanya, toh kami juga telah terbiasa darì mulai orok yg berdarah sampai duduk dibangku sekolah. Panas yg menyengat menghiasi perjalanan disiang itu, sesekali tawa dan canda bocah pecah ikut memberikan kesejukan yg memang diperlukan sebagai penghilang dahaga, maklum tak ada yg membawa minuman.
Udara asin bercampur amis mulai menyerang melewati bulu2 hidung masuk ke jalur pernafasan, manakala langit yg dipenuhi burung pesisir seolah memayungi kami dari teriknya mentari, yah cakrawala dan laut menjadi satu dalam garis lurus didepan sana, pemandangan yg indah ciptaan Tuhan, berlari mereka sambil tertawa lepas layaknya anak kecil yg br saja dibelikan mainan oleh orang tuanya, manakala kaki2 telanjang karena sandal telah dilepaskan meninggalkan jejak2 di pasir hitam, sesekali cipratan air mengenai tubuhku saat canda dan tawa itu menjadi satu, udara yg menyegarkan tak sedikitpun terasa sisa pembakaran, angin yg bertiup kencang seolah mengajakku terbang membuat iri sang gravitasi.
Pantai yg landai, gelombang yg datar, air laut yg berwarna keruh kehitaman, cukup membuatku takjub dan tak ingin segera beranjak, entah mengapa tak berminat lg tuk menceburkan diri ini kedalam air asin itu, malah terkesima walau telah beberapa kali ke tempat ini tuk hanya menatap kedepan dan melihat yg lain saling berkejaran. Waktupun tak terasa telah petang, tawaran kerang bakar dari orang sekitar tak mampu kami tolak dan masih menyisakan manisnya aroma daging kenyal kuning kemerahan itu, waktunya pulang, tak ingin melewati jalan yg sama kala td datang, kamipun mengikuti serombongan orang didepan, yg tiba2 saja menghilang tertutup tingginya alang2, terus mencari sambil mengikuti jejak samar yg tak mampu kami cari, luka kaki ini terkena karang tadi mulai terasa perih membuat kerut didahiku, ah tanah lapang itu terlihat sebagai jalan yg akan mengantarkanku pulang, melewati pipa2 sisa pembangunan, nampak pondasi2 cakar ayam dari jalan tol yg blm terselesaikan menghiasi pemandangan didepan, berjalan terus walau rasa lelah kini seakan telah menjadi sahabat kami yg baru, debu bercampur lumpur dan pasir laut menghiasi sekujur kaki ku, tak bedanya dgn olesan mentega pada roti yg dimakan kala pagi di dalam rumah besar itu, mencari pembersih diri akhirnya kutemukan genangan itu, berlari ku melewati teman2ku, bersemangat aku tuk menjadi juara satu, tapi hal yg tak terduga terjadi, hal yg hanya kulihat dari layar televisi kini kualami sendiri, lumpur itu menghentikan langkahku, mengajakku masuk ke dalam perutnya, kucoba berontak dan menyelamatkan alas kakiku, berhasil memang, namun kini sebatas pinggang ke bawah telah hilang, untung kesadaran blm dipanggil pulang, ku rebahkan diriku berteriak memanggil teman2ku, walah mereka malah menjauh, kuberontak sekali lagì dari tangan2 itu, bisa ya aku harus bisa walau tambah kotor diri ini, itu jauh lebih baik dari pada tangisan orang tuaku yg kebingungan mencarì jasad anaknya diantara genangan ini. Peluh dan lengketnya liat tanah bercampur menjadi satu, saat nafasku memburu, mengajak lebih banyak udara tuk segera mampir kedalam paru2ku, agar berlanjut nyawa ini, akhirnya luput juga dari kematian yg tak diduga, saat pijakan keras kembali terasa, tersenyum ku dalam hati, sembari memaksakan diri tuk mencari, air pembersih diri, sialan mereka dìsaat aku kesusahan tadi malah tertawa, ya sudahlah memang ada lucunya, mirip pemaing lenong dgn segala pernak perniknya. Kubasuh tubuh ini dgn air yg akhirnya kutemukan juga, berputar putar sebelum akhirnya memutuskan tuk bertanya, pada salah seorang pekerja yg tengah melintas disana, mau juga ia menunjukan jalan keluar dari tempat ini, tempat yg seharusnya menjadi kuburanku hari ini, bagai malaikat penolong pekerja itu bagiku, saat lelah membuat otak tak lagi berfikir sehat, jawaban telah diberikan, akhirnya bisa juga aku pulang, tuk mengakhiri petualangan harì ini. Bayang bayang pondasi cakar ayam dari jalan tol yg blm jadi, miring menghiasi jalan terakhir dari kawasan yg usai dikunjungi, haus, lapar, letih, telapak kakì yang berlubang melawan karang memberi kesan tersendiri, kisah ini selalu kan teringat dihati, betapa umur dan mati bukan milik diri, walaupun kita yakin kapan waktu itu kan datang sendiri, sebuah usaha tuk memperjuangkan hidup telah ku tunjukan saat itu, bukti nyata berharganya setiap nafas yg kita lakukan, degup jantung yg diluar kesadaran dan kedipan mata yg tak diperintahkan, semoga mentari yg menyinari sore itu kan selalu teduh menyaksikan kamì yg melangkahkan kaki, kembali menuju pembaringan yg utuh.

Renungan malam

01/11/09 23:01
Malam kadang menyenangkan, karena dgn mudahnya kita dapat menghayati alam, melihat kedalam diri sendiri memenuhi sebuah perenungan yg tak akan terhenti hingga jawaban2 itu muncul dari celah2 hati, memang kita sendiri lah yg nantinya akan menjawab pertanyaan yg ditanya oleh buah pikiran korban keadaan, tak mampu diselesaikan dalam sesaat, dan seolah waktu pun tak bersahabat, ketika kita ingin cepat, ketika itupun kita dijegal, dipaksa agar selalu terlambat, kesunyian yg tak akan pernah berakhir, seiring hembusan nafas mengalir, sukar untuk kuraih keramaian itu, walau terasa dekat ia pun menjauh ketika aku mulai menghampirinya, seorang diri aku berkelana di batas impian ini.entah sampai kapan kesadaran itu tak kunjung datang, kemarilah sayang, bangunkan aku dari tidur panjang ini, bawalah aku ke dunia nyatamu, dimana yg baik memang berkata baik, dan kedengkian mungkin hanya dongeng dimasa lalu

Minggu, 01 November 2009

Pertarungan di pagi hari

Aku hampir saja menyerah oleh serangan ini, aku hampir kalah dalam melawan rasa kantukku sendiri, ingin kutetap terjaga, tuk merenungi setiap hembusan udara malam yg membawa cerita, berbagai kisah dapat terlihat walaupun samar dan kadang menghilang, hanya perlu satu saja dari kisahku sendiri yg nantinya pun akan terbawa angin dan menjadi embun pagi yg menyegarkan setiap sanubari di bumi.

Catatan pagi

Mataku mengapa kau menghianatiku
Saatku ingin kesadaran ini tetap bersamaku
Jangan dulu kau tutup kelopak itu
Sebelum kutahu apa yg harus kulakukan terhadap diriku yg sedang meragu
Kusadar kutak mungkin berharap
Akan sebuah keinginan yg tak mungkin terhinggap
Haruskah aku selalu lemah dan meratap
Disetiap puing puing hati yg tak mungkin lagi dapat terlelap

Kegelapanku

Kegalapan telah datang, kegelapan yg kubiciptakan sendiri, ya cahaya lampu itu terlalu mengganggu, saat kelopak mata ingin terpejam, saat kesunyiaan yg diinginkan telah datang, saat ramai2 serangga malam mencari makan, saat suara alam bersenandung menyanyikan lagu kerinduan, akupun berusaha terpejam, walau kenangan itu datang dan selalu mengalang, lelah aku dibuatnya tak juga lekas menghilang, ku luruskan kakiku seolah telah tertekuk berjam jam,nikmatnya udara malam ini tanpa sedikitpun ku hirup nikotin sialan itu, lelapku blm juga datang, sekarang hanya bisa menerawang angan2, selamat malam teman, semoga tidurmu awal bagi mimpi2 indahmu yg selalu terbayang walaupun kau bahkan lupa telah mengalaminya

Lautan cahaya

Lautan cahaya, teringat kembali td waktu berada diangkasa, entah mereka yg bergerak mundur atau sayap2 ini yg meluncur ke depan, namun yg kupastikan, makin jauh saja jarak yg terbayang, saat lamunan, debar dan doa menjadi satu kusadar harapanku tertinggal disana, tapi biarlah, kali saja berguna tuk menyemangati separuh jiwa yang memang sengaja tak ku bawa.
Lautan cahaya, andai kubenar2 bisa menikmatinya, bukan malah sibuk memadamkan asa yang ada
Lautan cahaya, coba kau lihat aku dari atas sana, ku telah membaur menjadi serpihan2nya

Sesaat sesampainya di bandara

Taukah kau bila rasa sunyi itu tiba, sudah rindu aku ketika rasa bosan saja br memulainya, daun yg menari tertiup angin seakan mengejeku, "terlalu dini tuk melepas semua" gemuruh yg menyesakan di hatiku, tak sanggup kubendung dgn seribu kesibukan yg kubuat2, seakan mereka sadar, merekalah yg berkuasa, iya.. sudah aku menyerah.. jangan kau ganggu aku lagi dgn gulana itu, aku sedih disaat seharusnya ku bisa mencicipi sedikit saja dari bahagia itu, namun mungkin aku belum seberuntung itu, pertaruhan yg menghasilkan kegagalan yg sangat dalam. Remang2 lampu gantung di bandara, mulai bersinar menggantikan sang mentari yg mulai mengantuk, tak tahu kuharus berbuat apa, tak tahu dgn siapa ku bertanya, semoga kesempatan itu masih ada, dalam diriku yg tiba2 sok religius berdoa, "ya Allah ampunilah kesalahan hamba yg nista ini, rubah lah hamba yaa Allah menjadi pengabdìmu yg setia, tanpa mengharapkan segala dunia dan isinya, berharap Ia mau sedikit saja tersenyum padaku, walau kutahu tak pantas aku diber itu, tp aku yakin Ia maha pemurah, walau beberapa kali di khianati pun Ia masih ramah, bodohnya aku, semua tanda2 alam tak dapat ku cerna, naif nya aku, seakan seorang diri aku di dunia, lihatlah sekitarmu kawan, apakah tak ada sedikitpun yg kau perhatikan, akankah kesedihan ini berkelanjutan, aku yakin dan sadar tidak, namun kutakut jika rasa senang tiba ku kembali melupakanMu, jadi kucoba menikmati masa2 ini walau penuh dgn keluhan dan memaki

Pelajaran dari mentari

Lihatlah sang mentari, tak egois ia menguasai hari, mau berbagì dgn sang rembulan dlm peredarannya, ia jg mau memberi sedikit sinarnya, karena tau sang rembulan tak mampu menciptakan cahayanya sendiri, rela ia berkorban membakar dirinya hanya untuk memberi pelita dari kegelapan abadi semesta, ia sadar sinar saudara2nya terlalu jauh darinya tuk membantu menerangi tata surya

Catatan sore ini

Angin yang bercampur garam dan aroma amis, ciri khas udara kawasan tepi laut menari berkejaran melewati sela2 batang dan daun2 pagar hunian yg setengah terpelihara, jemuran menggantung belum lagi kering karena lembab yang dengan angkuhnya menghalang-halangi butiran2 air yg terjebak diserat2 katun, menghasut mereka agar tidak usah terbang ke langit tuk sekedar mampir ke pelataran cahaya, walaupun mereka telah yakin karena mungkin cerita2 leluhur mereka bahwa tdk sampai sekejapan mata mungkin mereka telah sirna, terurai sampai mereka tak mengenali diri sendiri, menunggu sang alam menyatukan mereka kembali kerupa yang sama, walau dgn bagian2 tubuh mereka yg mungkin mereka tidak mengenalinya, namun pasti mereka yakin dan percaya, bagian dari mereka yg lain pun akan mengalami hal yang sama, sang alam telah mengatur sedemikian rupa agar keseimbangan selalu menjadi nyata.
Kelembaban akhirnya menyerah oleh aroganya sinar surya yg dgn angkuhnya memberi perintah agar mereka semua menghampirinya, walaupun mereka tahu itu sama saja bunuh diri, tapi mereka tau diri, dgn kematian mereka mungkin kan berguna bagi yang lainnya, alangkah sombongnya aku tak bisa menyimak ini semua, pengorbanan yg mungkin tidak berharga namun menjadi suatu penyelamat yg luar biasa, bukan kecil ternyata yg menjadi ukuran dalam menyerahkan segenap dari kita, namun lihatlah tanpa mengeluh sedikitpun mereka melakukanya, ya, hanya ikhlas yg dapat menundukan wajah sang Pencipta tuk memberikan senyumannya yg membuat semua mayat pun bergembira, hanya ikhlas yang merubah aroma iri dan lezatnya dengki menjadi sebuah masakan yang mengenyangkan bagi hati yang lapar setelah sekian lama teracuni oleh andai2 keji.
Kali ini angin ikut tersenyum kepadaku, karena ia mengetahui aku tau akan perjumpaanya td walau sesaat dgn sang air, mungkin ia merasa malu kuperhatikan, terlihat dari rona pipinya yang memerah, dan caranya menggodaku dgn menyentuh bahkan sekali kali memeluk seluruh permukaan tubuhku, genit kau angin, ku berkata, namun ia malah tambah bersemangat memberikan kesejukan yg luar biasa, hahahaha matahari yg merasa iri, hanya bisa memiringkan bibirnya, waktuku tak tersisa banyak katanya, biarlah sebagìan orang mencibirku, namun kan masih banyak yang mendewakanku.

Berputar

berputar dan berputar, semua yg ada di sekelilingnyapun ikut berputar, memang sebuah proses sejak awal terciptanya semesta harus berputar, sebuah energi yang tak kan hilang, sebuah kekuatan maha dahsyat dari sebuah putaran, menghasilkan sinkronisasi yang indah tuk dinikmati dalam perjalanan dari datang dan kembali, unik memang tanpa kita sadari kita pun sedang berputar, walau semu dan abstrak, lihat bumi ini dan kita di dalamnya, lihat hidup ini dan kita menjalaninya, lihatlah kamar yg ikut berputar saat kesadaran yg kita miliki msh setengah jalan, lihatlah dan lihatlah, peredaran darah yg sebenarnya jg sebuah perputaran walau tdk jelas berupa lingkaran atau bukan,saat putaran terhenti sebenarnya untuk berganti posisi,bisa jg sebuah awal baru dari perputaran baru, jika berputar terbalik bukan berarti tidak bs hanya mungkin terlihat aneh, seolah jam berputar terbalik kembali ke masa lalu, namun bukankah kita tdk bs kembalì ke masa laku, tentu saja tdk secara lahir, namun dlm fikiran kita mampu melompati sang waktu, karena fikiran tdk terikat dgn ruang dan waktu, namun buat apa? Apakah ingin mengingat kegagalan2 yg membuat hati tersenyum kecut, atau mengenang kesuksesan yg membanggakan sampai ingin rasanya waktu terhenti disitu. Hanya kita yang mampu menyadarinya sendiri, kembali ke putaran, anda merasa berhenti berputar? Atau berputar terlalu cepat atau lambat? Ah mungkin hanya perasaan anda saja kali, tapi bisa jadi memang demikian, perputaran tiap orang memang berbeda, ada yg bikin pusing karena saking cepatnya, ada yg menguji kesabaran kita saking lambatnya, tp ayolah kita masih berputar bukan? Bagaimana mengasyikan bukan menyadari setiap lintasan mempunyai keindahanya masing2, tak ada kekakuan disana, ingat lingkaran sempurna nyaris tak punya sudut sama sekali, inginkah anda mempunyai lingkaran yg sempurna? Kembali jawabanya ada dlm diri anda, terakhir, mampukah kita mengenali lintasan kita sendiri? So selamat berputar teman2, ku harap anda tdk dibuat pusing karenanya
Slam
berputar dan berputar, semua yg ada di sekelilingnyapun ikut berputar, memang sebuah proses sejak awal terciptanya semesta harus berputar, sebuah energi yang tak kan hilang, sebuah kekuatan maha dahsyat dari sebuah putaran, menghasilkan sinkronisasi yang indah tuk dinikmati dalam perjalanan dari datang dan kembali, unik memang tanpa kita sadari kita pun sedang berputar, walau semu dan abstrak, lihat bumi ini dan kita di dalamnya, lihat hidup ini dan kita menjalaninya, lihatlah kamar yg ikut berputar saat kesadaran yg kita miliki msh setengah jalan, lihatlah dan lihatlah, peredaran darah yg sebenarnya jg sebuah perputaran walau tdk jelas berupa lingkaran atau bukan,saat putaran terhenti sebenarnya untuk berganti posisi,bisa jg sebuah awal baru dari perputaran baru, jika berputar terbalik bukan berarti tidak bs hanya mungkin terlihat aneh, seolah jam berputar terbalik kembali ke masa lalu, namun bukankah kita tdk bs kembalì ke masa laku, tentu saja tdk secara lahir, namun dlm fikiran kita mampu melompati sang waktu, karena fikiran tdk terikat dgn ruang dan waktu, namun buat apa? Apakah ingin mengingat kegagalan2 yg membuat hati tersenyum kecut, atau mengenang kesuksesan yg membanggakan sampai ingin rasanya waktu terhenti disitu. Hanya kita yang mampu menyadarinya sendiri, kembali ke putaran, anda merasa berhenti berputar? Atau berputar terlalu cepat atau lambat? Ah mungkin hanya perasaan anda saja kali, tapi bisa jadi memang demikian, perputaran tiap orang memang berbeda, ada yg bikin pusing karena saking cepatnya, ada yg menguji kesabaran kita saking lambatnya, tp ayolah kita masih berputar bukan? Bagaimana mengasyikan bukan menyadari setiap lintasan mempunyai keindahanya masing2, tak ada kekakuan disana, ingat lingkaran sempurna nyaris tak punya sudut sama sekali, inginkah anda mempunyai lingkaran yg sempurna? Kembali jawabanya ada dlm diri anda, terakhir, mampukah kita mengenali lintasan kita sendiri? So selamat berputar teman2, ku harap anda tdk dibuat pusing karenanya
Slam

Kesal menunggu

Panas berkejaran dgn debu dan bising, perjuangan dgn kecepatan cahaya mendapatkan hasil yg tak terduga, merangkak ia menghampiri, mengujì kesabaranku sendiri, masih menikmati debu dan bising tadi, walau sang panas sebenarnya iri tak mengikuti, kuberteduh dibawah bayang2 nabati, dikelilingi aroma buah yg tak mungkin kubeli,

Terbang

Terbang
Kuingin terbang meninggalkan semua yg sedang kulakukan, kau tahu mengapa? Aku sangat kehilangan, sebuah kasih sayang yang tak mungkin kudapatkan jika ku terus disini, terpenjara oleh debu hitam ini, terjebak tebing2 tinggi yang sulit bagiku tuk mendaki, ku harus terbang, entah nanti aku terjengkang atau hilang ditelan gelombang, kan kukejar kau yg ada diseberang
By: sL@M