Selasa, 29 Desember 2009

Baju hijau part 3 (tertunda)

Hampir seharian, banjar baru diselimuti basah, air yang tidak henti2nya terus mengalir, jatuh bebas, tersenyum ikhlas, memulai kembali rentetan sirkulasi, hukum alam yang telah berulang dan terjadi, mulai dari awal penciptaan bumi.
Memandang dengan wajah sayu, Yanto menatap langit dari balik jendela rumah yang dijadikan mess, kelabu, merata, bagai kanvas kosong yang siap di hiasi oleh warna2 indah kehidupan, dari garis2 hingga pola2 yang membentuk alam.
Tercampur menjadi satu, perasaan yang tak menentu, menanti berlanjutnya waktu, diantara sadar dan khayal, tak mungkin diperlambat, tak mungkin dipercepat, biarlah ia berjalan sesuai dengan lintasannya.
Hari itupun tiba, hari dimana ia harus menunaikan kewajibannya, kewajiban seorang karyawan yang harus mematuhi setiap program dari perusahaan, telah tertanam tekad kuat dalam dirinya, walau sempat dikecewakan oleh orang2 yang dihormatinya, namun ia berusaha tegar, dan menerima sebagai bagian dari jalan hidupnya.

Pagi itu, langit kelabu, rintik2 hujan masih setia mengisi ruang pandang kedua matanya. Landasan pacu yang basah dan sedikit tergenang, menandakan hujan sudah dari semalaman, bahkan mungkin sudah beberapa hari ini menyirami bumi.
Yanto berjalan dengan pasti, menuju counter registrasi, tuk menukarkan tiket yang sudah diberi, dengan selembar putih kertas yang bertuliskan bording pass. Tak terlalu banyak antrian pagi ini, yang biasanya memanjang, bertanya dalam hati, "apakah aku kepagian, atau kesiangan?" tanpa bagasi, loket di sebelah kiri dihampiri, disekitarnya, banyak orang dari berbagai negeri, sibuk dengan bawaannya masing2, ada yang membawa tas kecil, juga membawa barang yang hampir menyamai besar lemari, ada2 saja orang di negeri ini, mungkin untuk menghemat dari pada dipaketkan, mending rela membayar kelebihan berat bagasi yang lebih murah dibandingkan dengan jasa paket antar pulau.
"Kali ini kududuk dipojok"ia berkata dalam hati, saat melihat tiket, dan melihat tulisan 21f, berarti ia duduk di kursi barisan 21 dipojok paling kiri, dekat jendela.
Pesawat dari maskapai penerbangan Batavia yang akan memberangkatkannya menuju kota Jakarta, berjenis Boeing, seri A400, pesawat yg nampaknya sudah mulai uzur.
Satu baris bangku berjumlah 6 buah, dan ada sekitar 30 baris, berarti tinggal dikalikan 6 saja jumlah penumpang yg bisa di angkut, urutan bangku tiap baris dimulai dari pojok yang paling kiri, dengan menggunakan huruf A sampai dengan F.
Yanto membayar pjp2u, atau pajak penerbangan sebesar 20 ribu rupiah, juga membayar pajak bandara sebesar 3000 rupiah. Ia lanjutkan menuju ruang tunggu keberangkatan dengan menaiki eskalator, telah sering Yanto mengunjungi bandara ini, bandara yang berada di propinsi kalimantan selatan, tidak terlalu besar dibandingkan dengan bandara Soetta di Jakarta. Yanto tak langsung menuju ruang keberangkatan, namun ia belokan langkahnya ke arah kiri, menuju toilet yang tepat berada di sebelah Banjar cafe.
Lega rasanya mengeluarkan sisa2 metabolisme dari dalam tubuh, sisa yang memang harus dibuang, karena tidak berguna lagi berada lama2 di dalam tubuh, malah menjadikan penyakit saja.
Yanto menunggu sebentar, duduk di ruang tunggu, memandangi sekitar, di sekelilingnya berapa kios dan tempat makan menghiasi pojok2 ruang, semerbak bau masakan menyergapnya, menyadarkannya, membuat bunyi aneh didalam perutnya tercipta, seakan ada makhluk yang tak kasat mata di dalamnya. Terpaksa ia mengajak damai makhluk didalam perutnya, dan menjanjikan akan ia berikan makanan yang enak siang nanti, Yanto berbisik2 dengan hatinya, agar mereka yg berteriak dalam perutnya tak mendengarnya, biarlah ia tahan lapar ini sampai siang, sampai ia tiba di rumah dan disambut oleh keluarga tercinta, ia harus menekan pengeluaran yang ada, dana yg tersisa tidak banyak lagi, "biarlah nanti ku beli sesuatu yang lebih berguna untuk keperluanku" Yanto berkata dalam hati.
"kepada penumpang batavia tujuan Jakarta, di harap masuk melalui pintu 2" suara wanita yang mungkin saja cantik, membuyarkan lamunannya tentang makanan, segera ia masuk ke ruang tunggu dan menuju pintu 2, mengikuti petunjuk yang baru saja diberikan.
Tas yang di bawa kembali di scan dengan x-ray tuk kedua kalinya, agak mempercepat langkahnya, ia melewati pintu 2, agar tak keburu tersalip oleh orang lain, ia ingin menjadi orang yang pertama sampai di kabìn pesawat, sehingga mudah tuk berjalan di lorongnya, dan menaruh tas ditempatnya, lebih leluasa saat keadaan masih lengang.
Yanto sebenarnya tidak sendirian di tugaskan untuk training susbintal, ada dua orang teman yang berangkat bersamanya, Iqin dan Sumar, yang masih satu departemen dengannya.
"kursi 21f, berarti aku harus lewat pintu belakang" Yanto berkata dalam hati, dan seolah memandu ke dua rekannya tuk mengikutinya. Mereka memenuhi kursi nomor 21 dari d hingga f, dan Yanto duduk dekat jendela, sekitar 10 menit kemudian semua penumpang nampak telah berada di tempat duduknya masing2, hanya beberapa orang saja yang baru datang dan merapikan bawaannya di tempat yang telah di sediakan tepat di atas tempat duduk para penumpang, cukup menghemat ruang memang.
Yanto mengetik sms kepada istrinya, memberitahu pesawatnya akan segera berangkat, dan meminta doa agar tetap selamat, lalu ia pun mematikan hpnya, ia tak ingin menjadi penyebab kesalahan tekhnis bila ada satu atau lebih instrumen navigasi yang terganggu akibat pancaran gelombang radio dari hpnya yang masih menyala.
Pesawat mulai bergerak, mundur perlahan, keluar dari area parkir, para pramugari sibuk mendemonstrasikan cara2 keselamatan bila terjadi kecelakaan, gerakan2 yang diulang2, entah mungkin ribuan, sehingga mereka telah hapal apa yang harus dilakukan.
Yanto tampak enggan memperhatikan, mungkin bosan, karena telah puluhan kali ia telah melihat gerakan2 yang sama, kata2 yang sama, tanpa ada perubahan yang berarti. Ia malah mulai membuka kembali novel epos tentang perjalanan hidup seorang Jaka tingkir, yang memang belum selesai di bacanya.
Sesekali ia melihat keluar jendela di sisi kanannya, tampak basah dan licin, lintasan dari aspal pilihan itu berkilat, keraguan yang sempat muncul, dapatkan besi raksasa ini terbang?
Posisi telah mantap, pesawat telah berada diujung landasan pacu, wajah Yanto mulai pucat, walau tak ingin ia menampakkannya, semakin hari ia semakin takut terbang, andai bisa memilih, ia lebih senang naik mobil saja, namun tak mungkin, jarak Banjarmasin-Jakarta ratusan kilo meter jauhnya, yang bisa dilakukannya hanya berdoa, pasrah, dan tak sadar, genggaman pada lengan kursi menjadi lebih kuat, mungkin mampu membuat penyok tempat fanta yang terbuat dari kaleng yang sudah tak ada isinya.
Deru mesin pesawat yang tiba2 saja mengoyak gendang telinga, memberikan dorongan awal, pesawat bergerak kedepan, menyamai kecepatan F1, tubuh Yanto terhempas kebelakang, melekat erat tak terpisahkan dengan kursi yang kurang empuk itu, maklum kelas ekonomi. Ingin terpejam, namun penasaran, dan tetap melihat keluar sana. Aneh, setengah perjalanan di lintasan, kok tiba2 raungan mesin menjadi pelan, dan laju pesawatpun berkurang, kepanikan mulai timbul, ada apakah gerangan, dengan kecepatan yang berkurang ini, tak mungkin pesawat dapat terangkat ke udara.
Tiba2 rem pesawat di aktifkan, sayap2 bermekaran, menahan udara di depan, pesawatpun menjadì perlahan, berputar kembali setelah mencapai ujung landasan satunya lagi, apakah yang terjadi? Apakah take off akan diulang lagi?
Terdengar suara seorang pramugari lewat pengeras suara, memberitahukan pesawat mengalami gangguan tekhnis, dan para penumpang harus kembali berada di ruang tunggu bandara, sementara pesawat di perbaiki.
Tegang bercampur lega, saat kembali menuju ruang tunggu, rasa lelah dan letih dipermainkan keadaan, menambah garis2 ketuaan di wajahnya, entah membuatnya semakin dewasa, atau malah menambah beban hidupnya. Rentetan kejadian yang membutuhkan kesabaran yang extra untuk menghadapinya, tertunda berangkat menuju Jakarta, berkurang pula waktu yang tersedia bertemu keluarga tercinta. Masih banyak kah stok kesabaran dalam hatinya? Karena kisah berikutnya akan semakin menggerogoti jiwa2 yang lemah.
Bersambung....
291209 0611 sL@m
See more stories at,www. slam201080.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar