Banjarbaru, 35 km sebelah tenggara banjarmasin, malam itu jalanan agak lengang, saat mulai memasuki kota intan, martapura hingga batas kota, hujan turun dengan lebatnya, membuat penduduk yang berjumlah 123.973 orang (2000) enggan keluar rumah, hanya beberapa mobìl dan motor yang pengendaranya memakai ponco yg berani menghadapi basahnya jalan.
Yanto memandang keluar jendela bis yang mengantarkannya dari arah tambang, lebih dari 2 jam, panas sudah terasa tempat duduk yang rela di himpit sedari tadi olehnya, pegal sudah mulai dari ujung sendi sampai pergelangan kaki,
"sudah hampir sampai" katanya dalam hati. Lampu hias kota menari, seolah berlari mundur kebelakang, saat laju bis menerobos tiap genangan.
Lapar dan letih, mengiringì setia menemani, hadir disaat tak ada lagi indah dihati, yang dipenuhi berbagai rasa curiga yang mengintai tiap2 kesadaran diri.
Bis berhenti sesaat di simpang empat, menurunkan beberapa penumpang yang langsung berlari mencari perlindungan agar tak kuyup terkena amukan hujan, perlahan dan pasti, tugu yg masih dlm tahap renovasi semakin jauh terlihat, tertinggal tak mampu mengejar.
Hujan yang tidak mengenal lelah membuat enggan para penumpang tuk keluar, padahal telah parkir manis bis yang mereka tumpangi, namun Yanto tak mau menunggu lebih lama, ia memberanikan diri keluar, merelakan sebagian pakaian atasnya basah, menuju rumah yang sekaligus dijadikan base camp dan office, bagi peredaran tiket orang2 yang akan cuti, juga peredaran surat2, dokumen dan barang, dari dan keluar tambang.
Yanto langsung menayakan tiketnya untuk keberangkatanya esok kepada seorang petugas security yang merangkap sebagai petugas pembagi tiket pesawat orang2 yang akan pergi meninggalkan borneo, entah untuk cuti atau training, bahkan untuk orang yg tak kembali lagi.
"wah... sepertinya belum ada mas tiket buat pian, coba saya cek lagi" wajah Yanto mulai menunjukan kecemasan, rasa lelah tergantikan dengan ketegangan. "betul mas belum ada, coba pian hubungi admnya". Makin parah kecemasan yang melanda.
Tiba2 ada seorang pria yang berbicara, "sampeyan yang mau ikut susbintal ya?" Yanto menjawab, "betul". "tiket sampeyan belum ada, karena memang sampeyan tidak berangkat besok, tapi tanggal 23 lusa" sontak seluruh bagian tubuh Yanto tak bisa menerima hal ini, terutama pikirannya. "kok bisa begitu mas" tanya Yanto, agak sedikit emosi, "kemarin informasi dari adm saya berangkat tanggal 22, terus ko jadi berubah, dan tak ada yang memberi tahu saya, tahu begini kan saya tidak turun hari ini." Dengan santainya pria yang mengaku yang mengurusi tiket ini berkata, "ini kan sesuai st tugas sampeyan, mulai dari tanggal 23 november sampai 23 desember, jadi kita mesan tiketnya dìsesuaikan dengan st yang ada" Yanto bertanya, dengan muka penuh harap,"apa tak bisa dimajuin tiketnya jadi tanggal 22 mas?" "wah gak bisa, repot ngurus deklarasinya nanti"
Menahan kekecewaan dalam hati, merasa dipermainkan oleh orang2 atas, Yanto mencoba pasrah dan menerima, padahal ia telah berencana, esok akan mengadakan syukuran atas kelahiran anaknya yang kedua, seorang putra yang telah lama didamba, jika ia berangkat tanggal 23, ia hanya mempunyai waktu beberapa jam saja, yang dapat dipergunakan untuk bertemu dengan keluarganya, sebelum masuk kawah candra dimuka.
Bingung mau melakukan apa seharian di mess, akhirnya hanya di habiskan membaca novel epos tentang perjalanan kehidupan seorang Jaka tingkir, mulai dari dilahirkan sampai diangkat menjadi raja.
Salah satu keuntungan dari hobi membaca, dapat menyulap waktu menjadi maju dengan cepatnya.
Ia merasa banyak mengecewakan orang disana, terutama istrinya, yang tadinya berharap dapat berkumpul walau hanya semalam, namun akhirnya tak bisa, karena sikap orang2 yang tidak punya komitmen, dan hanya bisa mengorbankan orang lain, yang dianggap memang harus menjadi korban, komunikasi yang ada, belum dapat dikatakan layak, tak ada rasa peduli, apalagi kasihan, mungkn malah rasa dendam yang mulai di tabur, akibat ego yang menyesatkan, berkuasa namun semu, ingat jabatan adalah amanat, yang harus dipertanggung jawabkan di akherat, janganlah menjadikan yang lain teraniaya tanpa sedikitpun merasa bersalah.
Mencoba bermimpi, mencoba mengitari kota banjar baru yang hanya 371,30 km persegi. Walau hanya dalam khayal, namun sudah tertangkap keindahan2 yang tercipta dari tiap lukisan di jiwa, mencoba menghibur hati yang kecewa, dan mengecewakan, haruskah ini jadi ujian? Haruskah dendam ini padam?
Bersambung....
SL@m
See more stories at, www.slam20180.blogspot.com
RE: FYI
-
*From:* Grichting Roland
*Sent:* Saturday, August 3, 2024 6:28 PM
*Subject:* FYI
You’ve been picked for a Donation, contact for details
3 bulan yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar